Minggu, 18 Oktober 2009

Libur yang menyenangkan

akhirnya berbasa basi untuk berkenalan. Wajahnya sih biasa biasa saja namun nggak mengecewakan, hanya yang aku sukai darinya adalah saat melihat otot otot biseps tangannya yang terlatih itu yang membikin aku horny, ah aku sudah membayangkan betapa nikmat di peluk oleh tangan kekar seperti itu. Setelah mandi dan berpakaian santai setengah formal aku bergegas menuju jalan untuk menyetop taksi menuju rumah Ferry. Tak susah menemukan alamatnya di perumahan Sanggar Hurip ini kemudian kuketuk pintunya tak lama kemudian Ferry muncul dengan masih mengenakan handuk di pinggang entahlah dia sengaja begitu atau memang benar benar habis mandi. Aku terkesiap melihat bentu badannya yang betul betul indah dengan dada bidangnya dan otot otot yang terbentuk dengan alami, saking terkesiapnya jadi nggak sempat mengucapkan salam selamat pagi. "Loh kok bengong begitu sih", kata Ferry sambil tersenyum manis. "Enggak kok, hanya..", kataku tak meneruskan kalimat. Kemudian Ferry mempersilakanku masuk ke rumahnya. Aku menunggu di ruang tamu, tak lama kemudian Ferry memintaku pindah ke kamarnya, begitu masuk kamarnya kulihat Ferry udah telanjang bulat dengan batang kemaluannya yang udah mengeras siap tempur dan tanpa basa basi lagi langsung melumat bibirku tanpa sempat aku bertanya lagi. Dengan cepatnya dia melucuti pakaianku yang mana saat itupun diriku sudah terbawa aliran permainan Ferry, saling melumat, saling menjilat, saling menghisap berlangsung intense hingga saat Ferry meminta penetrasi ke lubang kenikmatannya. Ferry menuntun rudalku menembus lubang kenikmatannya setelah melumurinya dengan pelumas, perlahan punyaku masuk menembus lubang Ferry sampai semuanya terbenam dan terhisap olehnya, owh.. aku terpejam menikmati saat saat seperti ini. Ferry memberikan sensasi kenikmatan luar biasa saat kumaju mundurkan punya ku dengan hentakan hentakan kuat namun lembut, alangkah pintarnya dia mempermainkan punyaku di lubangnya dengan gerakan otot ototnya yang lincah dan menggigit. Kami terhanyut dalam permainan yang indah ini, aku berusaha memberikan sesuatu yang terbaik buat Ferry dengan tusukan tusukan mautku yang memberikan efek hebat buatnya. Aku dan Ferry mendesah dengan hebatnya dan kami nggak peduli lagi dengan lingkungan sekitar karena saat itu harus menjadi momen yang khusus buat kami. Sampai saatnya rasa nikmat itu datang memuncak dan mencapai klimaksnya dan gerakan gerakan yang semakin cepat, lalu "oh.. oh.. oh..", crot.. crot.. crot.. menyemburlah lava panasku membanjiri lubang kenikmatan Ferry yang di saat sama juga ternyata Ferry sudah mencapai puncaknya lalu kami terkulai lemas untuk beberapa saat. Pukul 11.00 Aku pamitan ke Ferry karena saat itu aku ada keperluan ke bank untuk membayar aneka macam tagihan lagipula Ferry harus mengantar adiknya pergi ke suatu tempat. Setelah semua urusan di bank selesai aku menuju salon rambut untuk di potong berhubung rambutku sudah agak gondrong lagi pula enak kali di creambath dan di massage setelah cape bertempur dengan Ferry tadi. Pandanganku tertuju pada suatu sosok yang baru kali ini kulihat, ah ternyata karyawan baru di sana dengan potongan rambut pendek, berkulit putih, bodinya lumayan atletis, juga benar benar tampan namun yang paling kusukai darinya adalah ternyata dia sangat maskulin sekali, setelah kutanya ternyata namanya Asep dari Bandung. Singkat kata rambutku terpotong sudah lalu aku masuk ke ruangan massage yang sudah tertata rapih dan bersih. Asep memintaku membuka baju dan celana yang tertinggal hanya celana dalamku saja saat itu, acara pemijatan pun berlangsung dengan memakai cream pijat khusus, ah enak sekali rasanya pijatan asep yang seakan mengangkat ku ke awang awang. Tanpa kusadari punyaku sudah tegang saat pijatan pijatan asep menyetuh bagian bagian sensitifku di sekitar paha namun asep cuek aja meneruskan pijatannya. Geloraku semakin memanas saat asep memijat bagian pantatku apalagi saat dia meminta ijin untuk membuka CD ku krn takut kotor oleh cream katanya, lalu asep membuka CD ku dengan senyum manisnya saat melihat punyaku tegang. Tiba tiba saja punyaku sudah di dalam mulutnya asep yang dengan rakusnya menjilati, menyedot, kadang menggigit lembut lalu mengulumnya dengan penuh nafsu. Aku mengerang, mendesah merasakan kenikmatan yang asep berikan hingga akhirnya pertahananku jebol sudah crot crot crot membanjiri mulutnya asep semua maniku menyeruak ke mulutnya yang kemudian meneguknya tanpa sisa. Asep mengocok punyanya di atas perutku, aku sangat menikmati erangan erangan seksi yang keluar dari mulutnya yang tipis lalu menyemburlah sperma yang kental itu dari punyanya kemudian memeluku dengan eratnya. ***** Pukul 14.00 Ah setelah bertempur dengan dua dua kali dg orang berbeda tentunya enak tidur siang untuk memulihkan stamina lagipula setelah makan siang emang biasanya ngantuk. Sepulang dari salon langsung saja mataku tertuju ke tempat tidur dan tak berpa lama aku terlelap sampai suatu ketika bel rumah berbunyi pertanda ada tamu, lumayan aku sudah tertidur selama dua jam sehingga membuat badanku segar kembali. Ku hampiri pintu depan untuk melihat siapa yang bertamu, kulihat tamuku adalah si Yudi anak tetangga sebelah yang baru kelas satu SMA. Anak ini sungguh manis sekali dengan rambut pirangnya itu, walau badannya belum terbentuk namun tonjolan tonjolan ototnya sudah mulai tampak ah aku jadi horny lagi melihatnya. Kupersilakan Yudi masuk ke kamarku lalu aku pamit untuk mandi sebentar, saat aku asik mandi tiba tiba pintu terkuak yang mana ternyata Yudi masuk ke kamar mandi dengan tanpa busana yang katanya ingin mandi bareng ama aku, tentu aku seneng seneng aja melihat anak manis ini, lalu kutarik ke bawah shower dan kusabuni dengan lembut lalu kudekap dari belakang. Kusabuni pula kejantanannya dengan sabun, kuperhatikan bulu bulu kemaluanya belum begitu lebat Kulihat punya Yudi mulai mengeras, kusabuni dan kukocok perlahan punya Yudi. Tampaknya Yudi sangat menikmati permainan ini, roman mukanya sangat manis sekali di saat terangsang seperti ini apalagi di iringi desahan desahan seksinya yang makin menambah panasnya suasana hatiku. Begitu pun tangan Yudi yang nggak mau diam saja, tangan nakalnya menyentil punyaku aku terkejut tapi hanya seat saja kemudian perlahan mengocok punyaku Kami sangat menikmati waktu yang berlalu detik demi detik saat itu rasanya aku dan Yudi tak mau saat saat seperti ini cepat berlalu. Sehingga pada saatnya, hampir secara bersamaan kami mencapai puncak dari hubungan antar lelaki ini, oh serasa kami melayang ke langit ke tujuh di mana kenikmatan berada. Kudekap Yudi erat erat dan kucium keningnya sebagai tanda terima kasih dan sayang padanya. Sampai saat ini pun Yudi masih sering mengunjungiku untuk mengulangi permainan kami yang makin hari makin bertamabah variasinya. ***** Jam 19.00 Adjie menghungi HP-ku untuk mengajak datang ke undangan ultah temannya di Jl. Kopo tadinya aku nggak mau namun berkat bujukannya akhir nya aku mau mengantarnya ke sana. Temannya Adjie bernama Ricky yang saat itu sedang merayakan ultahnya yang ke-20, wah si Ricky ini keren abis deh dengan jas yang di kenakannya wajahnya sangat menarik dengan lesung pipit dan belahan di dagunya yang sungguh mempesonaku saat itu sehingga tanpa sadar memandanginya tanpa berkedip. Adjie memperkenalkanku padanya, aku makin tertarik padanya setelah tahu orangnya yang hangat dan ramah. Waktu terus berlalu untuk enjoy di iringi acara melantai dengan DJ dari kota kembang yang kebetulan masih saudaranya Ricky, sungguh merasa tersanjung saat Ricky datang padaku mengajaku turun ke lantai dansa, saat itu dia membisikan sesuatu, "Kamu mau nggak nemenin aku tidur ama Adjie?" justru itu yang aku harapkan tentu saja jawabanku "yes, yes, yes". Acara ultah berlangsung hingga jam 21 malam kemudian kami ngobrol ke sana ke mari sambil beres beres ruangan. Karena lumayan letih, aku, Adjie, Ricky masuk ke kamar untuk istirahat, aku langsung terlelap saat itu. Di mimpiku aku merasakan sesuatu mengelitik di penisku, perlahan aku terjaga yang ternyata bukan mimpi, kulihat kepala Adjie naik turun di penisku juga kepala Ricky di sana menjilati buah pelirku, pengalaman yang baru kurasakan saat itu di mana penisku di kulum dan di saat yang sama buah pelir juga di jilati, oh sangat fantastis rasanya, aku melayang di laut kenikmatan, merintih rintih tak jelas dan kehilangan kontrol, goyangan pantatku menambah sensasi yang luar biasa saat itu lalu tak berapa lama kemudian mulai mengejang dan mengejang mengiringi luapan birahi yang meletupkan cairan kental putihku, oh.. oh.. oh.. nikmatnya dan crot.. crot.. crot.. lagi kualami. Aku menungging sambil mengarahkan milik Ricky ke lubangku, dengan satu dorongan saja sudah tenggelam di lubangku karena punya Ricky tak begitu besar Dengan perlahan Ricky memompa lubangku, kemana Adjie? Ah dia sudah terengah engah di belakang Ricky, jadilah tiga lelaki menyatu dalam hubungan badan ini di mana Ricky menusuk lubangku dan Adjie menusuk lubang Ricky. Permainan ini berlansung lumayan agak lama sampai akhirnya Ricky merem melek mengeram menahan nikmatnya ejakulasi lalu kurasakan hangatnya cairan Ricky di anusku yang kemudian Adjiepun menyusul Ricky menuju puncak, aku kembali terengah engah kenikmatan saat Ricky mengocok ngocok punyaku. Sungguh kenikmatan yang tak bisa dilukiskan dengan kata kata, dan akhirnya kami bertiga terkulai kecapean dan terlelap sampai siang. Itulah pengalaman berkesan yang mana dalam satu hari aku bercinta dengan lima orang yang berbeda, kupikir pengalaman ini bukanlah sesuatu yang perlu dicontoh karena sekarang kusadari resiko tertular penyakit kelamin dan HIV sangat besar kemungkinannya kecuali kita bermain secara aman (safe sex) yaitu dengan memakai pelindung.
Benarlah kata orang kalau sesungguhnya kenangan itu suatu hal yang sangat mengesankan boleh dibilang suatu pengalaman yang tak terlupakan terlebih lagi kalau pengalaman itu bisa terulang kembali tapi, apakah itu selalu benar?, ternyata tidak selamanya seperti itulah yang aku alami. Jauh dari lubuk hatiku aku sangat tersiksa kubuang jauh-jauh kenangan itu kucoba membuka lembaran baru tapi apa dayaku ternyata kenangan itu bisa melahirkan lembaran baru yang pahit. Kenangan bersama pamanku (baca: Bercinta Dengan Paman Sendiri) benar-benar suatu pengalaman yang takkan terlupakan, tapi setelah saya beranjak dewasa, saya merasa saatnya saya untuk mengubur kenangan itu dan usaha saya boleh dibilang hampir berhasil setelah melewati masa SMP dan SMU saya hampir yakin kalau saya bukanlah orang yang termasuk dalam kaum minoritas itu, boleh dibilang di masa yang kritis itu begitu banyak godaan yang bisa saja menjerumuskan saya setiap saat, tapi keinginan yang bulat untuk melepaskan diri dari jati diri yang semu ini menjadi benteng penghalang semua rintangan tersebut. Saya juga sempat berpacaran dengan beberapa gadis sebagai usaha untuk melepaskanku dari belenggu jiwa yang selama ini terus membayangiku, kenangan itu benar-benar melekat kuat ibaratnya akar yang telah menyatu dengan batang pohonnya sehingga semua hubunganku yang sempat saya bina itu semuanya berakhir dengan perpisahan, kendati demikian aku tidak pernah menyerah kemauanku sangat keras berbagai macam usaha yang saya lakukan sampai akhirnya aku menyerah juga dan jatuh kepelukan seseorang yang baru saja kukenal dan disitulah aku baru menemukan kalau diriku sesungguhnya adalah bagian dari kaum minoritas itu. Di kampus saya orangnya supel dalam bergaul hanya saja saya sedikit pilih-pilih apabila mencari teman soalnya saya mencari orang-orang yang baik tapi saya tidak melihat dari segi status, apakah mereka miskin atau kaya yang penting anaknya easy going aja udah cukup. Teman-teman juga senang kepada saya katanya saya ini orangnya menyenangkan dan keberadaan saya seperti itu sangat saya nikmati tanpa ada beban. Hari itu benar-benar melelahkan, jadwal kuliah padat banget, belum lagi istirahat pada malam harinya harus berkurang karena tugas-tugas dari dosen, mau gimana lagi sebagai mahasiswa yang ingin berhasil semuanya harus diikuti dengan kesabaran hati apalagi saya ini masih berstatus mahasiswa baru saat itu. Tak jarang saya harus nginap di rumah teman apabila ada tugas maklum saya terbiasa dengan kerja kelompok selain hasilnya lebih bagus kadang banyak ide yang muncul apalagi kalau belajarnya bareng asal jangan ngerumpi aja, sekali-kali boleh sih.. Seperti biasa saya ke rumah Andi, saya juga mengajak salah seorang teman saya Ridho, tugas yang diberikan dosen waktu itu sangat sulit makanya aku putuskan untuk mengerjakannya bareng teman-teman. Kami baru selesai mengerjakan tugas itu pukul 23.00. Sebenarnya malam itu saya punya keinginan untuk menginap di rumah Andi, tapi Ridho menolak katanya ini belum terlalu malam terpaksa dech saya pulang malam itu. Malam itu saya berkeinginan naik taksi dengan alasan malam-malam begini kadang rawan apalagi kalau naik transportasi umum seperti pete-pete (nama transportasi umum di makassar), tapi Ridho berkeinginan lain terpaksa saya mengalah lagi. Akhirnya kami naik pete-pete yang di dalamnya ada beberapa orang saya langsung duduk didekat pintu keluar sedangkan Ridho disebelahku, sejak dari naik mobil tersebut saya merasa ada yang memperhatikan saya, kucoba mencari dari mana datangnya tatapan itu dan astaga tatapan itu tepat dihadapanku, saya jadi salah tingkah sekilas orangnya cukup ganteng, putih, bersih, tubuhnya proporsional tapi aku berusaha mengabaikan pandangan itu maklum bukan dia aja yang pernah memandangku seperti itu banyak juga tapi aku saja yang selalu menghindar maklum saya khan sudah berkomitmen untuk tidak terjebak dalam dunia seperti itu kedengarannya munafik memang tapi itulah kenyataan hidupku yang pernah saya alami. Karena tatapannya yang sangat serius terhadapku dia tidak sadar kalau temanku Ridho tentu saja keheranan, sambil berbisik Ridho berkata, "Chris, kamu gak sadar yach, kalau orang itu dari tadi memperhatikanmu". "Iya, gak tau nich, mudah-mudahan bukan orang jahat aja" bisikku pelan. Meskipun aku tau sebenarnya jenis tatapan itu namun aku tidak mau Ridho berkomentar macam-macam. Rumah Ridho tidak begitu jauh dari rumah Andi hanya makan waktu beberapa menit saja. "Aku duluan Chris, hati-hati yach" kali ini Ridho tidak berbisik seperti sengaja ingin memperdengarkan orang tadi bahwa gelagatnya udah diketahui. Aku hanya tersenyum memandangi temanku turun dari pete-pete. "Saya yang bayar pak!" potongku sebelum Ridho mengeluarkan uang dari kantongnya. "Makasich Chris!" teriak ridho karena mobil sudah jalan. Aku memberanikan diri lagi kucoba mencuri pandang dan ternyata sorot mata itu seolah-olah ingin menelanku hidup-hidup ketika mataku beradu pandangan dengan matanya sebaris gigi putih tampak dari bibir yang tersenyum merona khas warna bibir yang segar, segera kubuang jauh-jauh wajahku seolah-olah aku kelihatan kesal dengan baru saja yang diperbuat aku memperhatikan sekelilingku takut kejadian tadi ada yang melihat, supir asyik menjalankan mobilnya dengan santai sedangkan seorang bapak tertidur di pojok belakang mobil, "Untunglah" gumamku dalam hati. Sekitar 20 menit mobil itu melaju akhirnya sampailah aku di depan tempat kostku, segera saja kubayar lalu meninggalkan pria tersebut yang tak henti-hentinya memandangiku. Aku mencoba meraba kantong celanaku untuk mencari kunci rumah, di tempat kostku setiap penghuni punya 2 kunci yakni kunci rumah dan kunci kamar masing-masing dan kami juga tidak terikat peraturan, yang penting saling mengerti aja satu sama lain. Alangkah kagetnya aku sebelum melangkahkan kakiku masuk. "Hai, Chris..". Aku benar-benar kaget, segera kutolehkan mukaku dan ohh.. my Godness. "Ka.. ka.. kamu, mau apa? jawabku terbata-bata. Ternyata pria itu, pria yang dari tadi menperhatikanku di mobil tiba-tiba saja ada di depanku. "Maaf saya mengagetkanmu, saya hanya ingin berkenalan denganmu". Masih dengan senyumnya dia mencoba meyakinkan aku kalau dia sebenarnya tidak bermaksud jahat. "Maaf ini sudah larut malam lain kali aja" tegasku sambil memutar tubuhku untuk masuk ke dalam rumah. "Ada nomor telpon gak, besok saya telpon" pintanya sopan. Aku sedikit jengkel juga tapi terpaksa dech saya kasih, kali ini saya benar-benar memutar tubuh dan melangkahkan kakiku masuk ke rumah saya tidak lagi memperhatikannya pintupun kukunci. Aku tidak langsung masuk ke kamar, aku ke ruang tamu nonton TV, bayangan orang itu benar-benar tidak bisa hilang dari ingatanku, kalau dipikir-pikir sebenarnya aku senang juga tapi kembali aku mengingatkan diriku untuk berhati-hati. Semalaman aku tidak bisa tidur perasaanku berkecamuk untunglah besoknya tidak ada ujian dari dosen jadi aku tidak kelabakan jadinya. Besok malamnya pesawat telepon berdering tak terpikir olehku kalau yang menelpon dia. "Chris ada telpon" teriak Mas Anto salah seorang teman kostku yang sudah kerja, kebetulan yang kost di sana semuanya adalah orang kantoran kecuali aku yang masih berstatus mahasiswa dan boleh dibilang yang paling muda diantara mereka. "Aku Adi yang tadi malam ketemu di pete-pete" katanya sopan. "Oh kamu, ada apa!" jawabku ketus. "Chris aku mau bilang sejak pertama aku melihatmu, aku tidak bisa membohongi kata hatiku kalau aku suka banget ama kamu. A.. aku cinta kamu Chris". Aku tidak bisa berkata apa-apa selain menutup telpon tersebut, sampai-sampai Mas Anto terheran-heran melihat tingkahku tapi dia tidak berkomentar atas peristiwa tersebut sambil tetap membaca koran di ruang tamu. Semenjak itu dia sering mengunjungiku hampir tiga kali seminggu juga menelpon tapi kadang aku masih cuek aja kepadanya kadang perkatannya saya balas dengan nada mengumpet dengan maksud menyuruh dia agar cepat angkat kaki dari kamar saya, tapi dia ternyata tipe orang yang tidak cepat marah kelihatannya orangnya sangat sabar. Pernah suatu kali saya marah dan jengkel sama dia, saya mengeluarkan kata-kata yang sedikit kasar dan disertai ancaman, sejak saat itulah komunikasi antara aku dan dia terputus sudah hampir seminggu tidak ada kabar dan telpon darinya. Sekali lagi aku tidak bisa membohongi kata hatiku kalau sebenarnya aku senang bisa berada di sisinya hanya aja aku ingat komitmenku makanya sebisa mungkin saya menghindar darinya. Sampai suatu malam dia menelponku katanya dia minta maaf, dia kangen sama aku, takut dia pergi untuk kedua kalinya akupun memaafkannya. Seperti biasanya dia datang ke tempat kostku kadang membawa sesuatu untuk cemilan, tapi malam ini dia datang dengan sedikit beda dibanding biasanya. Dia datang dengan sebuah kado dan dandanan yang sedikit lebih rapi seperti mau ngedate aja. Malam itu dia mengutarakan semua isi hatinya kepadaku, alunan musik romantis dari sebuah tape membuat kami sepertinya sedang berkencang beneran. Sedikit demi sedikit gelagatnya makin aneh, semakin genit saja, pandangannya tajam menembus mataku. Aku berusaha menghindar dari pandangannya tapi tetap saja dia lakukan. "Apa-apaan sich kamu" tanyaku ketus. Padahal dalam hatiku sebenarnya aku senang karena aku dimanjain hanya saja saya tidak terbiasa dengan sesama jenis jadi saya kelihatan malu-malu. Umur Mas Adi memang sedikit jauh diatas saya yakni 30 tahun sedang saya waktu itu 18 tahun, dia bersifat dewasa sedang aku kadang kekanak-kanakan. "Enggak kok, aku cuma liatin kamu enggak boleh yach" rayunya sambil membelai pipiku. "Dasar bodoh" jawabku tegas lalu menjauh darinya. Saya berbaring di tempat tidur sambil memasang walkman dengan volume yang kencang dengan maksud dia tidak mengoceh lagi karena percuma dia ngoceh, toh aku juga tidak dengar. Mas Adi bener-bener gila semakin aku menolak semakin liar dia, kali ini dia menerjangku sambil mencipok pipiku karuan aja aku marah segera kutendang dia hingga hampir jatuh dari tempat tidur. Edan Mas Adi hanya tersenyum kali ini dia lebih gila masih di atas tempat tidur dengan posisi berdiri dia membuka bajunya satu persatu sehingga tampaklah dada yang bidang dan perut yang terbentuk sangat atletis. Aku menelan air liurku menyaksikan pemandangan yang indah itu bagaimana tidak sosok Adi didepanku dalam keadaan hampir telanjang, tinggal sebuah underpants saja berwarna putih itupun jelas terlihat adiknya yang meronta ingin keluar. Sejenak aku terdiam dadaku berdegup nafasku mulai tak beraturan, benar virus birahi itu telah menghinggapiku. Kali ini dia menerjangku kedua tanganyanya telah mengantisipasi kedua tanganku begitupula kakinya agar nantinya aku tidak meronta, aku tetap berusaha meronta ukuran tubuhku memang tidak sebanding dengan dia, aku orangnya sedikit mungil, bibirnya langsung mendarat di bibirku kakiku ikut meronta, namun setelah lidahnya menyapu semua rongga mulutku aku mulai menikmatinya akhirnya aku pasrah akupun mulai menikmati mengikuti hasrat seksku yang meronta-ronta untuk disalurkan terhadap sesama jenis setelah kenangan dengan pamanku kucoba untuk kuhapus. Sambil melumat bibirku tangannya yang lain mulai membuka bajuku dan kini ciumannya turun dan menjalar ke daerah leherku, Mas Adi menyedot leherku dalam-dalam sehingga menimbulkan tanda merah dileherku segera aja kugampar kepalanya. "Jangan dikasi tanda" gerutuku tidak jelas. "Sorry" jawabnya berbisik. Nafas Mas Adi semakin memburu kini lidahnya menari nari di atas dadaku mencari kedua bukit kecilku dan ketika ujung lidahnya menyentuh puting susuku, aku mendesah hebat, Mas Adi benar-benar sangat berpengalaman. Mas Adi menghentikan jilatannya kali ini dia menatapku sambil berkata "Kubuka yach" sambil melirik ke celanaku. "Jangan" segera kusambut pernyataan itu sembari menggelengkan kepalaku, aku memang tidak ingin berbuat terlalu jauh. Mas Adi sepertinya tidak memperhatikanku dipelorotinya celana panjangku dengan paksa, aku tidak bisa berbuat apa-apa aku cuma pasrah. Kembali lidahnya menari diatas gundukanku yang masih terbalut sebuah underpants biru kali ini giginya juga ikut andil dengan menggigit kecil penisku, aku cuma bisa menutup mata anganku melayang sedang kedua tanganku meremas ujung bantal dibawah kepalaku. Tangannya merogoh masuk ke dalam CD-ku diraihnya penisku yang sudah tegang dari tadi akibat pasokan aliran darah yang mengalir cepat lalu dipelorotinya juga celana dalamku sehingga aku kini benar-benar dalam keadaan bugil. "Nice dick" katanya sambil tersenyum sembari tangannya mengocok penisku. Aku tidak tahan segera kujambak rambutnya lalu kuarahkan kepalanya ke arah rudalku yang siap melesat, rudal tersebutpun amblas dalam rongga mulutnya, sedotannya, jilatannya, emutannya benar-benar membuatku bergelinjangan kini mulutnya naik turun dipenisku, sensasi yang kurasakan tiada terkira sejenak aku teringat kenangan itu, yach benar kenangan itu terulang lagi, sangat indah, aku benar-benar lupa dengan komitmenku. Akupun tak membuang kesempatan tanganku juga mencari penis Mas Adi yang dari tadi membengkak dibantu dengan goyangan pinggul Mas Adi celana dalam itupun lorot, kupegang dan kukocok benda yang lumayan besar itu. Mulutnya kini menyisiri batang kemaluanku dijilatnya dengan lembut hampir tiap gerakan yang diberikan mulai terasa kelembutannya beda dengan awalnya yang sedikit kasar hal ini dimungkinkan karena aku juga sudah meresponnya dengan senang hati, tak lupa jambutnya pun juga dijilatinya lalu turun ke testisku, ahh sapuan lidahnya membuatku berdesah sambut menyambut, tangan kanannya masih mengocok batang penisku sedang tangan satunya berusaha membelah bongkahan pantatku mencari lubang keperjakaanku untuk di rangsangnya. "Achh, Mas Adi aku mau keluar" "Ok sayang, aku menantinya kok" jawabnya sembari mempercepat kocokannya dan membuka lebar-lebar mulutnya agar spermaku bisa masuk ke dalam rongga mulutnya dan "Crot.. crot.. crot" aku memekik tertahan, muncratlah lava putihku tepat masuk ke dalam kerongkongan Mas Adi. Mas Adi segera mengubah posisinya sekarang kami dalam posisi 69, Mas Adi menjilati penisku dengan sisa-sia spermanya sedang saya menghisap penis Mas Adi. Aku mulai sedikit lemas, lalu Mas Adi mengubah posisi lagi kali ini dia menyuruhku menjepit penisnya dengan kedua selangkangan pahaku sambil mulutnya melumat habis mulutku, pinggulnya naik turun awalnya pelan sering dengan irama nafasnya yang semakin cepat genjotannyapun semakin dipercepat dan.. "Achh.. yeahh.. ahh" Mas Adi mendesah lalu disusul semburan lava putih membasahi dadaku sedang sisanya berceceran didaerah penisku. Mas Adi menjilati spermanya sendiri yang ada di atas dadaku dan kembali aku merasakan sensasi yang hebat saat lidahnya bermain menghisap sperma yang ada di daerah penisku. Mas Adipun terkulai lemas. Masih dalam keadaan bugil ia mengambil kado yang tadi diletakkan di atas meja lalu membukanya, isinya sebuah kalung perak yang berlionting tanda cinta itu, kemudian berbisik pelan, "Aku mencintaimu" sambil mengecup keningku. Aku terdiam tak terasa air mataku menetes aku senang tapi aku juga sedih karena aku telah membuktikan diriku bahwa aku bukanlah lelaki normal aku telah melanggar komitmentku. "Ada apa, kok kamu menangis?" tanya Mas Adi. Aku hanya tersenyum sambil memeluknya erat seolah tak ingin melepaskannya. Aku merasa bersalah malam itu tapi aku juga senang. Hubunganku dengan Mas Adi tidak berlangsung lama karena belakangan aku tau kalau ternyata Mas Adi bukanlah sebuah karyawan sebuah bank tapi Mas Adi bekerja sebagai pemuas nafsu sesama laki-laki untuk itu tentunya dia dapat bayaran sejumlah uang sebagai imbalannya. Kenyataan itu sungguh pahit buatku aku membayangkan kalau hampir tiap malam dia melakukannya dengan sejumlah pria, padahal aku menginginkan sebuah hubungan yang berkelanjutan dan harmonis. Akhirnya akupun pisah sebelumnya aku telah memberinya kesempatan untuk meninggalkan pekerjaan dan menawarinya kerja disebuah perusahaan pamanku tidak besar sich tapi kebetulan saat itu pamanku butuh tenaga kerja yang bisa membantunya dalam bidang pembukuan dan saya tahu betul kalo Mas Adi punya kemampuan dalam hal itu tapi ternyata Mas Adi lebih memilih pekerjaannya itu, meskipun berkali-kali dia bilang mencintaiku dan hatinya hanya untukku tapi aku tetap tidak bisa melanjutkan hubungan itu. Di saat aku ingin memulai lembaran baru ternyata kepahitan juga yang kudapatkan. Penyesalan selalu datang terlambat, tapi mau apa lagi. Aku sendiri yang mulai bermain api akhirnya aku terbakar juga begitulah barangkali ungkapan yang cocok untukku atau ibarat sudah jatuh tertimpa tangga lagi, sudah jatuh ke dunia hitam itu patah hati lagi. Aku sudah tidak bisa bohong lagi aku adalah salah satu kaum minoritas itu kaum gay yang selama ini selalu menghantuiku kini benar sudah. Aku hanya berharap di kemudian hari aku bisa bertemu dengan orang yang lebih memahami diriku dan aku juga berharap agar pintu hatiku masih bisa terketuk sehingga aku tidak larut dalam kebimbangan yang menciptakan jalan yang bercabang dan menuntunku ke cabang yang benar.

Sebagai junior employee dan baru berkarir di sebuah instansi, aku ditugaskan ikut kursus singkat selama dua bulan di Denpasar, Bali. Ini tentu menggembirakan. Bayanganku, di Bali pasti mudah menemukan yang indah-indah. Oleh karenanya keberangkatanku ini kusiapkan sebaik mungkin. Dari Balikpapan dan transit di Surabaya bagiku cukup untuk istirahat dan membuatku tertidur sesaat, sampai ban Airbus itu menggerinyit mencium landasan pacu Juanda, aku tersentak dari tidurku. Beberapa saat kami melanjutkan lagi penerbangan ke Denpasar. Ketika pesawatku mendarat, ah, bau dupa setanggi itu begitu nyata di hadapanku. Kini aku menginjak pulau Bali, pulau para dewa berada, dan pulau surga di Indonesia. "Benarkah? Denpasar, aku datang..!" seruku dalam hati, give me your best service. Aku telah lama mendambakan menemukan seorang cowok yang macho, atletis, seksi, dan belum disunat. Aku ingin menemukan sensasi baru. Kupikir di Bali inilah akan kudapatkan itu. "Mungkinkah aku memperoleh itu di sini?" tanyaku dalam hati. Besoknya, setelah semalam tidur di penginapan, aku mencari kost yang cocok dan menemukannya di Jalan Tukad Banyusari. Aku memperoleh kost yang cukup tenang, dengan keluarga yang hangat dan menyenangkan. Satu per satu anggota keluarganya dikenalkan, sampai pada anaknya yang cowok masih SMA, bernama Nyoman (sebut saja begitu, nama aslinya tidak usah kusebutkan, aku kasihan dengannya, dan yang terpenting, that is our secret, ok). Aku terpana waktu Nyoman menyalamiku. Ia kelihatan biasa-biasa saja, tapi aku merasa jantungku demikian berdebar. Anak itu sangat sopan waktu berkenalan denganku. Ia ganteng, atletis, dengan tinggi sekitar 170 cm, dan yang terpenting dia seksi. Kulihat di seragam abu-abu SMA-nya cukup nyata tonjolan kelelakiannya, membuatku semakin mantap untuk menemukan kehangatan padanya. "Nyoman, aku harus dapat kamu!" seruku dalam hati. Ya, aku harus dapatkan dia. Aku jatuh cinta pada Nyoman, pada pandangan pertama. Sama keluarga itu aku akrab. Aku juga biasa iseng mencoba menganyam janur yang diperlukan keluarga itu untuk berbagai keperluan, jadinya aku tidak merasa asing. Yang paling kurasakan sulit di sana adalah soal makan. Untuk itu biasanya sekitar jam 7 malam kuajak Nyoman menemaniku makan di sebuah warung yang bersih dan bersuasana nyaman. Aku merasa sangat dekat dengan Nyoman karena setiap kali kuajak, dia tidak pernah menolak. Dengan senang hati aku selalu diboncengnya. Dan aku sangat menikmati memeluknya dari belakang, merasakan kehangatannya. Aku juga suka mengelus pahanya yang kekar dibalut jeans sobek kesukaannya, dan sering pula kusengaja menyentuh bukit cowoknya yang menonjol itu. Nyoman sama sekali tidak mengomentari kenekatanku itu, sehingga aku sering merasa penasaran. Baginya, kenekatanku itu sama sekali no comment. Beberapa waktu kursus berlangsung, aku mulai diselimuti rasa bosan. Ditambah lagi menu makanan di tempat kursus yang tidak variatif membuatku sangat jenuh. Untuk menanggulanginya, aku mengajak Nyoman berenang, karena sejak kuliah aku memang hobby berenang. Sejak aku mulai kerja, aku agak jarang berenang. Nyoman kemudian bersedia. Kami janjian berenang pada hari Minggu. Selama berenang aku sering menatap tubuhnya yang atletis dan seksi dengan mencuri-curi, yang saat itu hanya dililit celana renang yang ketat menonjolkan kelelakiannya. Aku meneguk liur setiap kali ia naik ke pinggir kolam untuk istirahat. Setelah kami cukup puas berenang, kami ke kamar ganti. Di situ, aku menemukan sebagian dari apa yang kuidamkan pada Nyoman. Kami sama-sama bugil waktu ganti, dan rupanya itu hal biasa di Bali. Aku tidak dapat menahan gejolakku pada Nyoman ketika kulihat penisnya yang panjang dengan kulup menjulur keriput. Aku begitu bernafsu menyentuh penisnya dengan lembut. Nyoman hanya berkomentar singkat, "Ah, Kak Rafael nakal," katanya sambil memegang tanganku sopan. "Nyoman, burungmu masih punya kulup ya?" godaku, walau aku tahu mayoritas orang Bali tidak disunat. Ia tersenyum, "Iya, di sini cowoknya rata-rata kami tidak disunat, lho," katanya meyakinkanku. Aku mengangguk, seakan-akan memahami perkataannya. Di hatiku aku merasa idamanku akan terwujud sebentar lagi. Kuputar otak untuk merayu Nyoman. "Man, nanti kita makan di warung yang biasa ya, habis itu pulang. Aku tidak enak badan nih," kataku memulai aksiku. Nyoman kemudian memboncengku. Malamnya aku cepat masuk kamar, kubilang aku masuk angin. Tidak disangka, Ibu Nyoman malah menyuruh si Nyoman ngerokin aku. "Wow, thaks Mom.." seruku dalam hati. Aku buru-buru masuk dan merebahkan diri di kasur. "Kakak, mau enggak nih, Nyoman kerokin," katanya waktu membuka pintu kamarku. "Ehm.., kamu tidak capek, Man?" tanyaku berpura-pura. "Capek sedikit sih, tapi kan kasihan kakak, besok harus ikut kegiatan. Saya kan sekolah siang, jadi masih bisa nambah istirahat," katanya meyakinkan. "Gini aja, Man, kamu tidak usah ngerokin kakak, ya. Kamu cukup pijitin aja deh punggung kakak.." kataku. Nyoman menurut. Aku kemudian menelungkupkan badanku, dan Nyoman berdiri di samping ranjang, memijit-mijit otot punggungku. Setelah beberapa menit, kurasakan pijitannya mengendor. "Kamu capek ya Man?" tanyaku. "Kalo kamu capek berdiri, dudukin aja badan kakak," kataku. Nyoman menurut. Didudukinya pahaku, lalu dia memijat badanku. Aku merasakan tonjolan penisnya yang besar itu menyentuh pantatku, menimbulkan getaran yang sensasional. Aku membayangkan betapa nikmatnya bercinta dengan Nyoman. Aku terhanyut dalam ngantukku sesaat. Tiba-tiba aku terjaga dan kurasakan nafasku agak sesak karena menelungkup cukup lama. Kusuruh Nyoman turun dari badanku, dan aku membalikkan badan. "Udahan nih?" tanyanya. Aku mengangguk mengiyakan, "Iya, tapi Nyoman temenin Kakak tidur di sini, ya!" pintaku. Nyoman mengangguk, sambil membaringkan badannya di ranjang. Malam itu aku tidak dapat tidur. Nyoman kelihatannya sudah jauh meninggalkanku, dalam kenikmatan bertemu sang dewi malam, dan aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mengelus, meraba dan meremas semua apa yang ada pada Nyoman. Pada saat menjelang dini hari, setelah kupuas menelusuri lekuk-lekuk tubuhnya yang kekar, aku membisik di telinganya. "Man, kakak boleh peluk kamu, tidak?" bisikku mengganggu tidurnya. "Aaah, Kak Rafael nakal lagi. Kalau mau peluk aja Nyoman, tapi Nyoman terus tidur ya!" katanya. Yes! Nikmat betul memeluk cowok yang kudamba selama berhari-hari, malam itu. Eh, rupanya Nyoman tidak bisa tidur lagi setelah kuganggu. Tangannya kurasakan bergerak-gerak terus, tapi aku tidak peduli. Tanganku mulai menggerayang lagi, kali ini lebih intens ke arah paha, pinggul dan pusarnya. Nafas Nyoman terdengar memburu. "Kamu tidak tidur ya Man?" Nyoman mengangguk. Lalu aku kembali memulai aksiku. "Man, aku pingin sebenarnya dapat cewek Bali," kataku memancing. "Tapi Kak Raf tidak punya kesempatan banyak, sekarang sudah sedikit waktu lagi, kakak harus kembali. Kalo tidak dapat cewek Bali, gimana kalo cowoknya aja," kataku merayunya. Nyoman senyum aja, ketika tanganku mulai meraba puting susunya. Aku tambah nekat melihat reaksinya yang pasrah. Kuangkat bajunya, lalu kupelukkan tanganku melalui bawah tengkuknya sehingga kedua tanganku bebas memainkan kedua puting susunya yang kurasakan mengeras. Nyoman kemudian mengusap-usap kedua tanganku. Aku makin nekat. Kutarik ia menghadapku, lalu aku melumatkan ciuman yang menggetarkan ke pipi dan mulutnya tanpa ampun. Lidahnya ikut menari-nari bermain dengan lidahku. "Nyoman, kamu mau kan, kalo kakak minta kamu mesra-mesraan lebih dari ini sama kakak," kataku memintanya. Nyoman mengangguk dengan mata terpejam. Rupa-rupanya Nyoman sudah benar-benar horny saat itu. Kupikir, inilah saatnya aku leading Nyomanku itu. Perlahan kukecup lagi kening dan pipinya. Kubuka bajuku dan bajunya yang sudah basah oleh keringat. Kutelusuri badannya dengan bibirku, perlahan, penuh penghayatan, mulai lehernya yang berpeluh, kemudian kedua puting susunya, lalu aku menurunkan kecupan mesraku ke arah perutnya yang menunjukkan kekekaran ototnya, lalu ke arah pinggangnya. Nyoman menggeliat geli, tapi tetap menikmati sentuhan mesraku itu. "Kak, Nyoman mau diapain sih sama kakak," katanya memelas. Di telingaku, kalimatnya itu sungguh menggairahkanku. "Ehm, kakak cuma mau membagi kemesraan dan kehangatan yang kakak punyai," tegasku. Celana kulotnya yang longgar perlahan kutarik. "Ehm, gluk" aku meneguk liur. CD-nya kulihat begitu minim, sampai bulu-bulu penghias penisnya merebak keluar. Lalu dengan masih tetap memakai CD, kuciumi sekitar penisnya. Tonjolan lelakinya kelihatan begitu nyata. Bau smegma-nya merebak bercampur bau keringatnya yang rada kecut membuatku semakin penasaran. Setelah CD-nya basah oleh liurku, perlahan kutarik. Ah, penisnya yang besar itu sudah tegak sekali. "Kakak, Nyoman mau," bisik Nyoman. Aku bangkit dan menarik pakaiannya, sehingga ia jadi bugil. Kuminta ia menjulurkan kakinya ke bawah sambil berbaring di pinggir kasur dan mengangkangkan pahanya. Bulu kakinya yang merebak tumbuh di sekitar paha dan penisnya itu menambah gairahku. Penisnya tampak tegang, tapi kepalanya masih terkulum kulup. Ah, penis yang sempurna. Dengan panjang sekitar 17 cm, penis itu nampak begitu mempesona. Cepat kulumatkan lidahku ke bawah batang penisnya. "Emm, ahh," desah Nyoman tidak karuan. Kemudian ketika kulupnya kusentuh dengan ujung lidahku, tangannya gelagapan mencari pegangan. Tanganku menarik kulupnya ke arah belakang penisnya, hingga kepalanya yang merah dan besar itu keluar. Kulihat ada smegma di sisi bawah kepala penisnya, dan dengan tisu basah kuseka kepala penisnya itu beberapa kali, gently. Nyoman meregang-regangkan badannya, merasa geli dan nikmat. Lalu dengan sigap kukulum lagi penisnya, dan kumainkan lidahku memelintir penisnya. "Oh, Kakak, Nyoman ahh.. ehmm," ia betul-betul tidak sanggup berkata-kata lagi ketika merasakan kulumanku. Butir-butir keringat memercik di paha dan selangkangannya, dan telapak kakinya terasa merengkuh pundakku. "Kakak, Nyoman udah hampir nih," katanya. Ah, puncak itu hampir kunikmati sekarang. Aku terus mengulum dan menarikan lidahku di penisnya. "Ahmm.. ahh.. Kak Raf, Kakak.. ah, Kakak, Nyoman mau keluar nih," jerit Nyoman lirih tertahan, dan sesaat, "Crit.. crit.. crit.." kurasakan luncuran segumpal sperma hangat masuk ke kerongkonganku. Cepat kureguk curahan sperma Nyoman yang berikutnya, yang berikutnya, terus, terus, terus, aduh, begitu banyaknya, sampai kemudian aku menjilatkan lidahku pada tetes terakhirnya. Ah, betapa nikmatnya. Amis dan kental. Rasa yang sangat kusuka. Penisnya yang keras itu menjadi mengkilat akibat jilatan lidahku yang basah. Aku terhenyak merapat ke sisi badannya. Tanganku kemudian mengusap celanaku, menggesek-gesekkan penisku. Perlahan penis itu menegang dalam sangkarnya. "Nyoman, suck me, please!" pintaku. Nyoman yang setengah lemas bangkit dan memulai permainannya. Bibirku adalah awal sasaran kegemesannya. Lidahku dibuat terkulai oleh permainan lidahnya. Perlahan kemudian leher dan tengkukku digeseknya dengan jenggotnya yang mulai tumbuh setelah dicukur dua hari lalu. Terasa kasar, tapi aku enjoy sekali. "Ehmm, Nyoman, gesek yang lembut ya," pintaku. Nyoman meneruskan aksinya ke arah perutku yang sensitif. Aku tersentak geli. Nyoman tanpa kuduga kemudian dengan cepat ia memelorotkan celana dan CD-ku, sehingga aku bugil. Penisku yang setengah berdiri dielusnya dengan lembut, lalu diciuminya bagian bawah penisku itu. Keruan saja aku mengerang merasakan kenikmatan yang memang sudah membara. Nyoman kemudian mengocok penisku perlahan sampai ia jadi keras. Dikulumnya penisku itu, sehingga aku menggelinjang kuat. Penisku betul-betul erect dan menunjukkan kekekarannya. Woow, tak kusangka, Nyoman yang kukira hijau ini, ternyata sanggup bermain oral, permainan favoritku. "Ah, punya kakak ternyata gede juga nih," katanya. Ya, dengan panjang sekitar 16 cm, punyaku memang rada kecil dibandingkan punya Nyoman, tapi, itu tidak masalah. Aku sudah sangat terbuai dengan permainan hangat Nyoman. Nyoman dengan cepat menyedot penisku, sampai "Aaah.. Emm.." Spermaku muncrat ke bibir dan pipinya. Nyoman mendekatkan wajahnya ke wajahku. "Kak Raf, bersihin dong!" pintanya. Aku melumat bibirnya yang basah oleh spermaku, kujilat cairanku itu, "Eem.., nikmat sekali." "Man, trims ya. Kakak udah ngutang padamu Man," kataku berbisik. Nyoman kelihatan sangat capek. Ia hanya mengangguk perlahan. "Ah, biarkan saja dia menikmati tidurnya itu," pikirku dalam hati. Kami akhirnya tidur lelap. Dua malam kemudian Nyoman masuk ke kamarku lagi. Dia menanyakan jalan pemecahan untuk PR matematika. Dengan senang hati kukabulkan permintaannya. Setelah itu ia berdiri dan dengan nakal menggelitikkan jarinya yang kekar ke arah pinggangku. "Trims ya Kak," katanya. Kupikir Nyoman mau keluar kamarku setelah itu, tapi ia kemudian malah berbaring di ranjangku. "Kakak, Nyoman mau tanya nih," katanya. "Mau tidak Kakak merasakan lagi apa kita rasakan kemarin?" Aku tersentak kaget. "Eh, Kakak mau dong," jawabku. "Tapi.." "Tidak tapi-tapian!" "Kakak kan bilang, Kakak udah ngutang sama Nyoman, kan? nah, sekarang Kakak harus bayar. OK, ya, mau?" Aku mengangguk. Tiba- iba pintu kamar ditutup dan dikuncinya. "Kak, malam ini biarkan Nyoman menunjukkan bahwa Nyoman juga bisa," katanya. Lalu tangannya dengan sigap menarik bajuku, hampir memaksa, lalu celana jeansku, lalu CD-ku. Ah, Nyoman begitu paham memainkan aksinya di seluruh badanku seperti yang sangat kuimpikan. Di tengah permainan itu Nyoman mulai membuka pakaiannya. Penisnya yang menjulur panjang itu membuat darahku mendidih. Kurasakan pelukan liarnya di badanku menunjukkan gairahnya yang memuncak. Aku disodorinya satu tube lotion, lalu kuoleskan di selangkangannya. "Fuck me, Rafaelku!" bisiknya. Kuusapkan lotion itu pada kepala penisku yang menegang dan pada lobang anusnya. Lalu, jari tengahku kumasukkan perlahan untuk membuka anusnya yang kurasakan sangat sempit. "Ssrejj.." kumulai penetrasi tangankuku. So slowly, but sure. Satu jari, lalu lama-lama, dua jari. Nyoman merintih. Nampaknya, ini sodomi pertamanya. Setelah anusnya cukup membuka, penisku kudorong perlahan, lalu kugoyang. "Kakak, goyang yang keras, terus.. terus.." katanya berbisik. Aku memainkan penisku maju mundur, dan mengocok penis Nyoman yang kurasakan sangat keras. Bunyi kulup waktu dikocok jelas terdengar, "Clup, clup.. clup.. clup.." Suasana itu begitu menegangkanku, hingga spermaku kurasakan mau keluar. "Man, aku mau sampai nih," desahku lirih. Nyoman mendorong tubuhku dan melepaskan penetrasiku, lalu dikulumnya penisku, disedotnya, dan lidahnya dimainkannya menari-nari memainkan batang penisku yang sangat erect itu. "Ahh.." jeritku. Tanganku mencengkeram pinggir kasur dengan kuat ketika spermaku memuncrat dari penisku. Nyoman malam ini tidak mau lagi menyisakan tumpahnya spermaku barang setetespun. Cairan nikmat itu dijilatnya sampai bersih. "Ahh.. mm.." aku mendesah. Nyoman menarik rambutku. Ia mengangkang di sisi kepalaku, sambil tangannya mengocok penisnya yang kulihat sama erect-nya dengan penisku tadi. "Kak, spermaku nanti dijilat lagi ya!" pintanya. Tidak lama kemudian, kurasakan cipratan hangat spermanya di bibirku. Aku membuka mulutku, untuk menunggu curahan selanjutnya. Nyoman merintih lirih di sisiku. Kuraih batang penisnya, lalu kusedot lembut. Ia menggelinjang liar. Ia lemas. Kemudian badannya direbahkannya menindihku. Kepalanya terkulai sambil mencium penisku yang sudah loyo dari tadi. Ia memelukku dalam posisi 69. Kembali kami tertidur hingga pagi. Pagi itu kubangunkan ia dari tidur lelapnya. "Man, udah pagi nih," bisikku. Aku bergegas mandi. Ia menggeliatkan badannya ketika aku masuk lagi ke kamar. Kubisiki kupingnya, "Nyoman, Kak Rafael ternyata tidak salah pilih kost, kost Nyoman ini penuh layanan, dan nanti jadi kenangan manis," kataku merayunya. Nyoman tersenyum. "Kak Rafael, sebetulnya kakak juga memberikan kenangan manis sama Nyoman," katanya. "Kakak udah benar-benar mengajarkan bagaimana seharusnya Nyoman melayani Kakak. Nyoman belajar banyak sama Kakak. Itu juga jadi kenangan manis buat Nyoman," katanya. Tidak terasa dua bulan telah lewat. Kursusku kurampungkan tepat pada waktunya. Ketika aku akan berangkat kembali ke Balikpapan, aku sekali lagi minta kehangatan Nyoman, agar jadi kenangan indahku. Yah, kami kemudian memainkan lagi permainan cinta yang mempesona itu. Bagai dua pengembara yang dahaga, kami mereguk cinta itu sepuasnya. Mereguk madu amis dan kental kami. Believe it. It's my true story. Tell me what do you think about it, just in my e-mail. OK! Lima e-mail pertama yang mencantumkan nama dan alamat pengirim yang jelas, akan saya kirimin cinderamata khas daerahku. Sure! Saat ini aku ada di Bandung. Icak@bandung.com
Namaku Andre, umur 18 tahun dan aku masih kelas 3 SMA sampai akhir tahun ajaran ini. Aku dari keluarga yang berkecukupan dan tinggal di sebuah kawasan perumahan yang lumayan mewah di daerah Bekasi Timur. Jujur saja aku pencinta sesama jenis, apalagi dengan pria setengah tua alias berumur. Kenapa? karena aku yakin "Dia" sudah berpengalaman dan punya kesan tersendiri buatku. Kadang aku agak nekat untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginanku seperti yang akan kuceritakan saat ini. Di sebuah daerah sebut saja kampung "X" dimana aku tiap 3 hari sekali kursus bahasa Inggris di situ, ada sebuah klub bulu tangkis. Kalau tidak salah "Bina Sehat Badminton Club" namanya. Tiap pulang kursus kulihat banyak bapak-bapak latihan badminton hingga jam 9 malam. Dari luar gedung tampak olehku sebagian bapak-bapak yang latihan bertelanjang dada dengan keringat yang membasahi badan mereka, berlari mengejar shuttlecock yang terbang kesana kemari. Keringat yang tersapu cahaya membuat badan setengah tua mereka menjadi mengkilat, membuatku selalu menatap ke dalam gedung. Pernah sekitar jam setengah sepuluhan saat serombongan bapak yang hendak pulang mulai berjalan ke mobilnya, kulihat seorang bapak yang dapat membuatku begitu tertarik akan penampilannya, berjalan ke arah Opel Blazer hitam dengan handuk yang masih melingkar di leher tanpa kaus olah raganya dan hanya bercelana pendek dan bersepatu. Tergambar jelas dadanya yang masih kencang agak bidang dengan perut yang masih rata dan bentuk pahanya yang atletis. Kakinya tertutup oleh rambut-rambut kaki yang tumbuh menjalar hingga tertutup celana pendek warna putihnya. Tak henti-hentinya kuperhatikan bapak itu. Aku mencari alasan untuk bisa mendekatinya. Ahaa.. aku dapat ide. "Maaf Pak, Bapak anggota di sini? kalau mau jadi anggota mesti daftar ke mana ya, Pak?"pertanyaan itu begitu mudahnya muncul dalam pikiranku. "Iya Dek saya anggota. Kalo Adek mau, coba saja dengan Pak Sutaryo yang masih ada di dalam," balasnya seraya menunjuk seoarang bapak yang sedang merapikan net. Saat kutatap badannya, okh.. tangannya, bulu ketiaknya yang lebat dan kedua putingnya begitu menggodaku. Aroma badan serta keringat yang baru disekanya benar-benar maskulin. Aku pun sudahngaceng dibuatnya. Sesaat kemudian dia berlalu meninggalkan pelataran gedung. Minggu kedua bulan ini aku sudah terdaftar sebagai anggota di klub itu. Aku mempunyai banyak kenalan bapak-bapak dari tempat itu. Ternyata masih banyak bapak-bapak berpenampilan menarik selain Pak Anto yang iseng-iseng kuajak ngobrol tempo hari, dan otomatis aku pun mulai terlibat dalam obrolan-obrolan kelas bapak-bapak yang rada-rada menjurus ke hal-hal berbau seks. Saat latihan, tak pernah kusia-siakan pemandangan indah badan bapak-bapak temanku itu. Pak Agus memiliki badan agak gemuk dengan kumis tebal, bulu dada dan puting coklat tua yang menarik. Kulitnya sawo matang. Pak Pur (Purnomo) berbadan lebih langsing dengan tubuh yang dipenuhi bulu-bulu tipis, tegap dan selalu bertelanjang dada kala latihan. Pak Anto juga punya badan bagus seperti yang sudah kuceritakan. Tapi ada satu lagi bapak yang paling menyita perhatianku, Pak Haryo biasa dipanggil Pak Har. Diantara bapak-bapak yang ada, dialah yang berbadan paling ideal, berkulit kuning dengan bekas cukuran jambang yang kebiruan di lehernya, berbadan besar, berdada bidang dengan sixpack yang hampir jelas serta puting susu kemerahan. Pak Har juga sedikit berbulu di bagian perut, dada, paha dan kedua betisnya. Sangat merangsang. Gerakannya pun gesit. Umurnya sekitar 48 tahun dan dia mempunyai 3 orang anak. Malam itu kupancing dia bertanding denganku dengan tujuan agar dia bisa pulang belakangan. Dentang jam 9 terdengar dan gedung pun hampir sepi orang latihan, tinggal Pak Taryo si penjaga gedung, aku dan Pak Har yang masih beradu raket. "Udah berapa-berapa Pak Har?" tanya Pak Taryo seraya melipat net dari lapangan satunya. "13-9 nih Pak," jawabku. "Biar ini nanti saya yang beresin Pak, Pak Tar bisa ke gardu satpam lagi.. habis lagi tanggung sih.." kataku. Pak Tar mengangguk dan belalu meninggalkan kami. Tak berapa lama aku dan Pak Har pun selesai, lalu kulipat net dan kutaruh di tempatnya. "Ndre, Pak Har mau ganti baju dulu ya. Kamu kemasi net dan shuttlecocknya." kata Pak Har. Aku hanya mengangguk dan buru-buru merapikannya dan bergegas menyusul Pak Har. Di ruang ganti kulihat Pak Har melepaskan kausnya, badan yang begitu indah kembali membuatku terangsang. Diam-diam kuperhatikan dia dari balik locker. "Okh.. Pak Har," batinku. Aku turut melepasseluruh yang kukenakan. Kemaluanku menegang dan mulai kukocok. Pemandangan indah bertambah manakala Pak Har mulai melepas celana dan melorotkan CD putihnya. Bulu-bulu paha dan perutnya menyatu pada kedua selangkangannya. Batang kemaluannya lumayan besar. Itupun masih tidur. Dilapnya seluuh bagian badannya, kemudianmasuk ke kamar mandi. Aku hapal betul kalau kunci kamar mandi itu rusak. Terdengar siraman air beberapa kali. Karena terlalu terangsang, pikiranku kacau. Aku nekat masuk dan Pak Har kaget dengan apa yang kulakukan. Tanganku langsung memegang kemaluannya dan mulai mengemot kemaluan itu berulang-ulang. Kusedot dalam-dalam dan lidahku menjelajahi seluruh permukaannya. Pak Har begitu kaget dan mencoba berontak dengan mendorong kepalaku tapi tak kupedulikan itu. Sedotanku dan lidahku semakin menjadi. Dia mulai tenang, aku percaya dia mulai hanyut. "Akh.. hmm.." erangannya, terdengar bibirnya digigit dan tangannya mulai membimbingku memajumundurkan goyangan kepalaku. Aku semakin terangsang. Kurasakan urat-urat yang tegang di permukaan kemaluan Pak Har yang sudah bengkak. "Pop.. pop.." suara rongga mulut yang bergesekan. Kuhentikan serangan mulutku dan mulai kukocok kemaluan Pak Har. Aku bangkit dari posisi jongkokku dan kujilati perut Pak Har, kemudian kedua putingnya. Kugigit sesekali dan dia menggelinjang keenakan. Kemudian dia meraih bibirku dengan mulutnya dan kami saling melumat. Kami keluar dan menuju sederet papan bangku di depan locker. Pak Har duduk di sana dan kembali kukocok kemaluannya dengan mulutku. Tanganku memelintir putingnya, dan Pak Har terus menggoyangkan kepalaku. Sesekali kukocok juga dengan genggaman tanganku yang keras. Kedua buah zakarnya tak pelak kunikmati, kujilati dan kukulum hingga terbenam dalam mulutku. Kudengar nafasnya semakin memburu. "Aakh.. okh.. yaa.. hmm.." matanya merem melek menikmati seranganku. Semakin cepat kugoyangkan kepalaku. "Ndre.. Bapak mau keluar.." desahnya. Aku semakin semangat menyedot kemaluan besar Pak Har. "Aakh.. akhg.." dan, "Croot.. croot.. crot.." Badan Pak Har yang kembali berkeringat, mengejang seraya menyemprotkan cairan maninya dalam mulutku berulang-ulang. Terus saja kuemot meski kemaluan Pak Har mulai melemas. Kutelan spermanya hingga tak bersisa dan kutelusuri perut dan dada Pak Har dengan lidahku. Dia sudah lemas sekarang karena kemaluannya kuemut lama-lama. Kini giliranku mengocok kemaluanku. Tak begitu lama karena aku dalam puncaknya. Lalu, "Croot.. croott.." kumuntahkan spemaku ke arah dada Pak Har dan kujilati sisa cipratan-cipratansperma di dada Pak Har. Badanku pun melemas. Setelah itu dia mohon maaf karena tak mampu menahan dirinya tapi kukatakann itu bukan salahnya karena aku yang menginginkan kejadian seperti itu. Dia melarangku untuk menceritakannya pada siapa pun, biarlah ini menjadi rahasia kita katanya. Lalu dia pergi mandi, membersihkan badannya yang lengket. Aku pun mandi di kamar mandi sebelahnya. Aku benar-benar menikmatinya. Pikiran nakalku muncul. Pak Har itu baru permulaan, tunggu saja yang berikutnya. Kami pulang sendiri-sendiri sekitar pukul setengah sebelas dan aku masih tak bisa tidur hingga pagi karena terus memikirkannya. "Okh Pak Har..fuck my ass.." Itulah kejadian yang paling kusuka bulan ini, dan aku akan melakukan yang lebih gila dari ini.
Sebuah villa di atas bukit, sungguh fantastis! Ternyata tidak sia-sia juga melewati dua jam perjalanan yang melelahkan itu setelah villa Dito yang nyaman dan tampak asri itu berada di depan mataku, di sebuah daerah perbukitan yang sejuk dan hijau. Jarang-jarang aku punya kesempatan untuk rekreasi seperti saat itu, karena aku memang tidak terlalu menganggapnya sebagai sesuatu yang penting. Lagipula, mana enak rekreasi sendirian, paling tidak aku harus mengajak tiga atau empat orang lagi agar tambah seru, dan itu aku rasa merupakan pekerjaan berat jika harus mempengaruhi teman-temanku yang kusebut sebagai "KCC" alias "kumpulan cowok cuek" itu. "Villa kamu hebat, Dit!" puji Arya yang berdiri di sebelahku. Untuk beberapa saat lamanya kami hanya berdiri sambil tertegun memandang bangunan asri di depan kami itu. Sementara itu, Axel masih terdiam, cowok yang satu ini memang lebih banyak diam bahkan boleh dikatakan sangat pendiam, dan mungkin juga itu yang menjadi resepnya kenapa ia sampai jadi buruan cewek-cewek kece di sekolah kami, disamping tentu saja tampangnya yang cute itu. "Masuk yuk!" ajak Dito sambil menenteng ranselnya dan berjalan menuju villa, melewati hamparan rumput taman yang memenuhi hampir seluruh pekarangan villanya itu. Kami bertiga menyusul Dito di belakang. "Mas Ferry, jangan kuatir, tempat ini cukup aman dan bebas, paling-paling yang ada di sini hanya Pak Gito, penjaga villa ini," bisik Dito sambil nyengir di dekat kupingku, aku langsung mengerti apa oleh Dito dimaksud aman tadi. Arya dan Axel sempat melirik ke arah kami, namun mereka tidak terlalu menanggapi kata-kata Dito barusan, tentu saja mereka sama sekali tidak mengerti. Dan bahkan, pasti tidak akan pernah terpikir di benak mereka berdua, kalau mereka akan kehilangan keperjakaan di villa ini nantinya, semuanya masih menjadi rahasia dan hanya aku dan Dito yang tahu. Dito membuka sendiri pintu villanya itu dengan kunci yang dibawanya dari rumah, tidak tampak wajah Pak Gito di sekitar bangunan itu, barangkali pria itu sedang tidur atau mandi. Pak Gito pun tidak tahu kalau majikan kecilnya akan datang ke villa hari itu, karena memang di sana tidak ada line telepon. "Di sini ada dua kamar dan satu kamar utama, mendingan kita kumpul saja di kamar utama, cukup luas kok untuk empat atau bahkan sepuluh orang sekalipun. Nanti kita pindahkan kasur dari kamar lainnya kalau tidak cukup," kata Dito mengkomando. Kamar utama yang dimaksud Dito memang lumayan luas bahkan sangat luas, di samping itu tempatnya nyaman, dengan dua jendela kaca berukuran besar di salah satu dindingnya, di balik jendela kaca itu dibangun kolam ikan kecil dan air mancur, suasananya betul-betul asri dan berhawa sejuk. Kamar itu yang biasanya ditempati orang tua Dito jika mereka sekeluarga menginap di villa itu. Arya langsung membanting badannya ke atas ranjang. "Wah, nyaman yah. Sepertinya aku betah nih!" kata Arya sambil kemudian diikuti oleh gelak tawanya. Ia menarik bantal dan guling yang ada di dekatnya dan langsung mengambil ancang-ancang untuk tidur, seperti biasanya jika pemuda itu bertemu dengan kasur. Jika melihat kasur empuk, Arya memang tak ada bedanya dengan orang yang kehausan di tengah gurun dan kemudian melihat mata air, bernafsu untuk segera menikmatinya. Benar saja, tak lama kemudian Arya sudah terlelap sambil mengorok pelan. Sementara itu, Aku, Dito dan Axel memindahkan sebuah kasur lagi ke dalam kamar itu, cukup melelahkan juga mengangkat kasur berukuran besar itu. Setelah itu kami menghabiskan waktu kami dengan mengobrol dan bersenda gurau di dalam kamar. Sampai pada akhirnya, cerita kami mulai berbau porno, meski tidak terlalu ekstrim. Tentu saja, yang mendominasi aku dan Dito, sementara Axel waktu aku lirik tampaknya ia merasa risih dengan topik pembicaraan itu, ia hanya menanggapinya dengan tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Xel, kamu pernah nyoba ngeseks tidak?" tanyaku pada Axel. Cowok tampan itu menggeleng dengan lugunya. "Ah, bohong! tapi ingin juga kan?" timpal Dito memancing. Beberapa saat Axel terdiam, ia seperti kena skak mat. "Nggak ah! Jujur saja, aku agak takut!" sahut Axel kemudian. "Takut apa? Takut bunting?" gurau Dito yang kemudian membuat kami bertiga tertawa terpingkal-pingkal. "Ada orang tidur tuh, jangan ribut!" timpal ku mengingatkan. Arya membalikkan tubuhnya dan berubah posisi telentang. "Kita kerjain yuk!" kata Dito tiba-tiba. "Kerjain apaan?" tanyaku tak mengerti. Dito kemudian meraih tas ranselnya dan mengambil sesuatu dari dalamnya. "Dengan ini!" kata Dito bersemangat sambil menunjukkan tiga batang spidol besar dan sebuah rapido di tangannya. "Boleh juga," timpal Axel sambil nyengir. Kami bertiga pun merayap dan duduk mengelilingi Arya yang masih terlelap dalam alam mimpinya itu. Waktu itu sudah hampir menjelang petang, sekitar jam empat. Sesaat kemudian, tangan jahil kami pun mulai beraksi. Aku dan Axel melukis muka Arya dengan spidol dan rapido. Sementara Dito duduk di samping betis Arya sambil memegang spidol yang lain. Wajah putih mulus itupun dalam beberapa saat berubah menjadi wajah badut. "Dadanya juga!" usul Axel kemudian. Aku dan Dito hampir bersamaan mengangguk setuju. Axel pun langsung melepas kancing kemeja Arya satu per satu dan mengangkat perlahan singlet yang dipakainya. Begitu dada Arya yang bidang itu membentang di hadapanku, aku pun langsung terangsang sekali, aku tidak tahu bagaimana dengan Axel dan Dito. Tetapi aku masih berusaha untuk menahan gejolak birahiku saat itu. "Dit, minta yang biru!" pintaku sambil menjulurkan tangan ke arah Dito yang aku yakin masih duduk di tempatnya semula, aku tak menoleh saat itu pada Dito karena mataku yang terpaku menyaksikan hasil karyaku dan Axel. Tetapi, lama Dito tak memberikan spidol biru yang kuminta dan tidak sepatah kata pun yang diucapkannya, aku pun lantas menoleh ke arahnya, dan ternyata, astaga! Dito sudah tidak lagi memegang spidol melainkan tangannya sedang sibuk meraba-raba kontol Arya yang masih terbungkus celana jeans itu, bahkan Dito hendak membuka restsleting celana itu. Axel pun sama bengongnya denganku menyaksikan aksi Dito saat itu, bahkan barangkali degup jantung Axel juga sama tak karuannya juga denganku. Dito mendekatkan mukanya ke celana Arya, ia menciuminya dengan liar sebelum ia membukanya. Kemudian barulah ia menarik resletingnya perlahan agar terbuka dan tak lama kemudian terlihatlah celana dalam GT-man merah hati yang dipakai Arya saat itu. Dengan hati-hati sekali, Dito memelorotkan celana jeans Arya itu, sampai pemuda itu tak bercelana lagi, hanya mengenakan kemeja yang hampir semua kancingnya sudah membuka dan celana dalam seksi warna merah hati. Pokoknya, Arya sudah benar-benar acak-acakan saat itu, sangat jauh berbeda dengan penampilan sehari-harinya yang selalu tampil trendy, rapi dan modis. Tetapi justru ketika sedang dalam keadaan acak-acakan itulah Arya bahkan tampak lebih macho dan seksi dibandingkan biasanya. Tanganku pun mulai mengelus-elus dada dan perut Arya yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang menyambung dengan jembut-jembutnya yang tumbuh sampai ke seputar selangkangannya itu, bahkan ada yang tidak tertutup oleh celana dalamnya. Axel pun tak lagi merasa canggung, apalagi dilihatnya aku pun sudah mulai ikut-ikutan terbawa suasana dan mengerayangi tubuh Arya, Axel memilih untuk meraba-raba paha mulus Arya dan menciumi leher Arya. "Argh, teruskan!" tiba-tiba Arya terbangun tanpa kami sadari, ia langsung mengerang-erang dan menggeliat. Entah ia benar-benar sadar atau masih setengah terbawa alam mimpinya. Yang jelas, Arya mendesah-desah seperti orang yang sedang berada dalam puncak kenikmatan. Kami bertiga pun makin diburu nafsu dan makin menggencarkan aksi kami mengeroyok Arya. Dito menarik celana dalam Arya dan kemudian kontol Arya pun langsung tegak selepasnya dari dalam sangkar. Dito langsung melumatnya, menghisapnya maju mundur, menggigit-gigit pelan dan memainkan lidahnya di kulup sang pangeran. Kemudian, sesaat ia melepaskan lumatannya, bola mata Dito digerakkannya ke atas sambil menggoyang-goyangkan kepalanya, tampangnya persis seperti orang yang mabuk kepayang setelah menenggak sebotol besar tuak cina. Sepertinya nikmat sekali kontol Arya yang panjangnya sekitar 17 cm itu saat kulihat Dito sampai seperti itu setelah menghisapnya. "Gantian dong!" pintaku pada Dito. Dito langsung berpindah posisi, ia duduk di dekat Axel, merebahkan diri dan memeluk tubuh pemuda itu dari belakang dengan erat, Axel pun pasrah saja bahkan ketika Dito melumat lehernya dan melepaskan t-shirt yang dipakainya dengan penuh nafsu. Setelah itu keduanya saling berpagutan, menikmati permainan lidah ular yang dahsyat, apalagi Dito adalah jagonya dalam urusan lumat melumat dan cium-mencium, malah ia bisa melakukan yang lebih dahsyat dari French kiss. Namun tak disangka, Axel ternyata sanggup mengimbanginya, tak kalah seperti orang yang sudah berpengalaman saja. Arya makin kuat menggelinjang, tampaknya kenyamanan tidurnya terganggu dengan kenyamanan yang jauh lebih nikmat. Sama seperti yang Dito lakukan tadi, aku pun memasukkan kontol Arya ke dalam mulutku, mengulum dan melumatnya dengan sangat liar. Dan tak lama kemudian, Arya pun menyemprotkan sperma kentalnya di dalam mulutku, sensasi asin, hangat bercampur nikmat. Aku pun menjilati sisa-sisa sperma yang masih menempel di kontol Arya sampai ludes tak bersisa. Rasanya jauh lebih nikmat dari susu, dan sangat kental. Setelah puas bermain-main dengan batang kejantanan Arya, aku menanggalkan semua pakaianku sampai bertelanjang bulat dan kemudian menindih badan Arya dan melumat bibirnya, dan tidak kulewatkan setiap bagian dan lekuk-lekuk badan Arya dengan ciuman-ciuman mautku. Yang cukup lama ketika aku melumat bibir dan lehernya, karena menurutku bagian tubuh itulah yang paling seksi dari Arya. Apalagi aroma kelelakian dari keringat yang membasahi tubuh Arya yang makin membuatku bergairah. Arya kemudian membalikkan badanku, menindihnya dan menyerangku dengan ciuman-ciumannya yang juga tak kalah dahsyat. "Argh!" Aku menggigit bibir bawahku sambil merasakan kenikmatan yang luar biasa ketika mulut Arya mencaplok kontolku di bawah sana dan kemudian melumatnya. Tidak lama, aku minta posisi 69 pada Arya, karena sebetulnya aku masih belum puas menikmati kontol Arya di mulutku, apalagi kontolnya yang tergolong besar untuk ukuran remaja tujuh belasan itu kini sudah setegak dan sekokoh tower. Mengeras dengan urat-uratnya yang besar-besar itu. Axel dan Dito ternyata punya keasyikan sendiri, mereka bertempur di atas karpet, bergulung-gulung sambil berpagutan dengan tanpa selembar benang pun yang menempel ditubuh mereka. Axel punya tubuh putih mulus, agak langsing dan memang tidak semacho Dito atau Arya, tapi tetap sangat menggairahkan. Dito mengocok kontol Axel yang panjangnya 15 cm itu sambil sesekali mengulumnya, ternyata Axel mudah sekali ejakulasi, sebentar saja dirangsang, precum-nya sudah keluar dan tidak lama sesudah itu, Axel menyemprotkan lahar putihnya yang juga kental itu ke dalam mulut Dito, bahkan saking banyaknya sampai-sampai Dito tersedak karenanya. Setelah kontol Axel terkulai lemas dan untuk beberapa saat pemuda itu duduk berselonjor di atas karpet, Dito pun berdiri dan menjulurkan kontolnya tepat di depan mulut Axel. Axel pun tak menyia-nyiakannya ketika sosis raksasa berdiameter 3 cm itu disodorkan ke arahnya, sangat menggairahkan. Ia pun mengocok dan melumatnya secara bergantian. "Argh!", Dito pun menggeliat-geliat karena nikmatnya. Axel makin buas saja, disepongnya dengan kuat kontol Dito itu, dan sesaat kemudian sperma Dito muncrat ke muka Axel. Dito membungkukkan badannya, ia memeluk leher AXel dan menciumi kepala Axel, Aku berdiri di belakang Dito, sambil memasang kuda-kuda untuk menusukkan kontolku ke dalam lubang anus Dito yang membuka di depanku saat itu. Sementara itu, Arya berjongkok di belakang Axel sambil menciumi punggung pemuda itu, dan kemudian perlahan makin turun dengan gerakan yang makin liar sampai pada akhirnya kontol Axel masuk ke dalam mulutnya. Arya menghisapnya dengan kuat sekuat gairahnya yang sedang berada pada posisi puncak saat itu. Demikianlah yang kami berempat lakukan di dalam kamar berukuran 10 x 8,5 meter persegi itu selama hampir empat jam sampai jam makan malam tiba. Lelucon badut yang berakhir dengan sex party. ***** Mau tambah? Hubungi saja emailku, ok? Kisah ini spesial aku tujukan untuk teman-teman ABG di seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Silahkan berikan komentar kalian, aku tunggu. seindoug@yahoo.com
Pada salah edisi majalah GN yang kubeli kulihat dikolom perkawanan kutemukan sebuah nama dengan identitas alamat rumah, nomor telepon dan juga nomor handphone sekalian. Maka timbul niatku yang memang suka iseng itu untuk menghubunginya, itung-itung juga nambah teman karena saat ini aku memang tinggal ditempat kost dan masih belum memiliki banyak teman yang mengerti akan isi hatiku ini, sehingga sore itu juga kucoba untuk menghubunginya lewat telepon umum yang ada didekat tempat kostku pada suatu sore dengan hujan rintik-rintik dan udara terasa dingin. "Hallo," aku memulai pembicaraan setelah beberapa kali nada panggil. "Hallo juga," jawabnya. "Bisa saya bicara dengan Mas Widya," lanjutku. "Ya, saya sendiri, sapa nih?" "Oh saya Surya," lanjutku. Dan pembicaraan kami berlanjut kehal-hal yang umum berkisar darimana aku mendapatkan data dirinya dan sebagainya, dan kelihatan dia sangat antusias sekali dalam menerima telponku. Hingga kuberanikan diri aku menawarkan diri untuk bermain ke rumahnya yang katanya dalam keadaan sepi karena dia memang tinggal sendirian dirumah itu. "Boleh aku kesana" "Boleh aja, kapan?" terusnya, "Sekarang yaa, aku tunggu" "Sekarang mau hujan nih," protesku. "Enggak apa-apa nanti kita ketemu didekat terminal aja, ntar aku jemput pake motor" "Ok deh, tunggu yaa, ntar kalau sudah nyampe terminal aku telpon kamu lagi, yaa" "Oke, jangan lama-lama yaa" Dan kuahiri pembicaraanku dengan Mas Widya sore itu, dan aku segera bergegas ganti pakaian dan segera menuju jalan raya untuk naik angkutan kota dengan jurusan yang telah disepakati bersama. Setelah kurang lebih dua puluh menit sampailah aku diterminal yang kutuju dan segera kucari telepon umum untuk menghubunginya kembali. Selesai aku telepon kutunggu dia dipos penjagaan terminal seperti yang kuutarakan sebelumnya dan dalam hati aku jadi salah tingkah sendiri menjelang bertemu dengannya, aku belum pernah tahu wajahnya, postur tubuhnya dan semuanya walaupun dia sudah memberikan ciri-cirinya secara sekilas kepadaku lewat telepon. Kurang lebih lima menit aku menunggunya sampai akhirnya muncul seseorang mengendarai motor dengan ciri-ciri yang telah disebutkan tadi dan tanpa ragu-ragu lagi aku segera nongkrong diboncengan belakangnya. Didalam perjalanan menuju rumahnya tidak banyak pembicaraan yang kami lakukan, hanya sekedar basa-basi saja sambil pikiran ini menerawang jauh akankah semua yang jadi angan-anganku menjadi kenyataan hari ini juga ataukah masih tertunda beberapa waktu lagi. Karena terus terang aku hari itu lagi suntuk pengin rasanya mencari sesorang yang bisa kuajak bercumbu dan itu nggak peduli siapa orangnya asal mau sama mau yang udahlah. Tidak berapa lama sampailah aku ke rumahnya yang lumayan juga, karena memang rumahnya didaerah perumahan yang pada umumnya bentuk dan ukurannya hampir sama. Karena diruang tamunya nggak ada meja kursinya maka aku dipersilahkan untuk masuk saja kekamarnya yang tertata cukup rapi dan bersih dengan segala peralatan elektronik yang yang cukup lumayan dari mulai TV, CD player dan juga pengeras suara yang berjejer dengan rapinya diatas sebuah bufet. Dia segera meraih remote dari TVnya dan sekaligus remote CD playernya yang ternyata sudah diisi dengan CD karaoke lagu-lagunya Ebiet G. Ade yang memang menjadi kesukaanku. Sambil ngobrol sana sini tentang bagaimana awalnya dia bisa masuk GN dan hal-hal lain mengenai pekerjaannya, hobbinya dan siapa saja yang sudah menghubunginya, karena aku merasa pasti banyak yang sudah menghubunginya. Ketika aku disana beberapa saat saja sudah ada dua orang yang menghubunginya sehubungan dengan iklan perkawanan yang dimuatnya di GN itu. Sampai sekitar jam 20.00 setelah bertemu dan ngobrol kurang lebih selama satu setengah jam, dia bertanya. "Mau pulang apa nggak? "Lho koq?" aku terheran-heran "Bukannya aku ngusir yaa, kalau mau pulang sekarang aku antar sampai diterminal kalau mau nginap juga boleh. Terus terang aja kalau sudah diatas jam 21.00 aku males keluar rumah" Kulihat kesungguhan dimatanya, apa dia benar-benar mengijinkan aku tinggal dirumahnya malam itu. "Kalau aku nginap nggak keberatan yaa," godaku "Nggak takut sama aku, nggak takut diperkosa yaa," lanjutku. "Gombal," jawabnya sambil tertawa dan memukul bahuku yang duduk disebelahnya. Setelah obrolan kami cukup lama dan terasa makin akrab saja setelah dia mau menerimaku malam itu akhirnya tanganku yang nakal mulai beraksi dengan menyentuh pahanya yang kebetulan sedang memakai celana pendek dan ditumbuhi bulu-bulu yang tidak terlalu lebat. Sampai.. Tanganku akhirnya ditepiskan dari pahanya "Ojo merangsang opoo," katanya. "Penisku ini cepet ngaceng, engko bengi wae nek arep main," lanjutnya. Tapi dasar aku yang bandel, dengan adanya penolakan itu semakin gencar tanganku dalam bergerilya kedaerah-daerah yang aku rasa paling sensitif untuk meningkatkan rangsanganku padanya sehingga dia akhirnya mulai tak tahan dan dengan serta merta dia bangkit berdiri menuju pintu depan dan segera menarik gordennya dan menutup pintunya dan menguncinya serta mematikan lampu yang ada diruang tamunya walaupun saat itu masih belum jam 21.00 Aku yang tetap diam di kamarnya jadi mengerti akan isyarat ini, ketika dia kembali kekamarnya dan langsung terkapar ditempat tidurnya dengan terlentang dan mata sedikit terpejam, aku jadi mengerti jika tugasku untuk memulai yang dia inginkan segera sudah tiba saatnya. Kuraba kakinya dengan pijitan lembut mulai dari ujung jarinya dengan kedua belah tanganku dan kudengar rintihnya "Aduh enake ono sing mijeti" Dan tanganku terus merayap sampai betisnya, kelututnya dan pahanya yang sedari tadi kuelus-elus terus sampai akhirnya kumasukan tanganku dilubang celana pendeknya untuk mengapai barangya yang sudah mulai ngaceng itu tapi sengaja kuelus dan kupijat-pijat agar dia bisa merasakan kenikmatan yang katanya belum pernah dia rasakan walaupun dia juga mempunyai pasangan yang sudah berjalan tiga tahun. Kemudian kubuka kaos yang dikenakannya dan kucumbui putingnya menuju ke arah perutnya, kepusarnya dan terus kebawah lagi sambil kutarik celana kolor yang dipakainya itu dan menyembulkan suatu bentuk bulat panjang dengan denyut-denyutannya dan segera kulepaskan celana pendeknya dan sekaligus celana dalamnya itu dan kulemparkan kelantai. Kemudian aku segera nyungsep diantara kedua pahanya dan mulai menjilati kantong buah pelirnya, kuhisap satu persatu dan terus ke atas dengan lidahku yang terjulur untuk mengesek batangnya yang melengkung itu. "Aaahh aduh Mas, enak Mas" "Pengalamanmu luwih akeh dibandingno ambek aku, Mas," lanjutnya. Aku tetap diam saja sambil terus kukulum penisnya dan segera kumasuk keluarkan dengan bibirku. Dia tambah menggelinjang sambil mengangkat pinggulnya karena kenikmatan yang kuberikan itu. "Aauucchh, aku nggak kuat Mas" "Aku wis enggak kuat Mas," lanjutnya lagi. "Terus kamu mau tak apakan," tanyaku. "Wis terserah karo sampeyan ae, Mas," jawabnya. Akhirnya segara kuraih lotion yang ada disebelah tempat tidurnya dan kuoleskan pada penisnya yang ngaceng itu dan juga kuambil sedikit lotion lagi dan kuoleskan dan lubangku yang memang sedari tadi sudah gatel didalamnya kepeingin ada sesuatu yang bisa menggaruknya. Kutelentangkan dia dan aku segera ambil posisi duduk diatasnya dan dengan perlahan-lahan kumasukkan batangnya ke lubangku dari senti demi senti sehingga sampai pangkalnya dan setelah tidak kurasakan sakitnya, aku segera aktif dengan menaik-turunkan pantatku yang otomatis makin membuatnya makin keenakan saja, dan tidak berapa lama kemudian. "Aduh.. Aduh Mas, aku arepe metu" "Auucchh aauuhh, sstt enake" Sambil tangannya mencengkeran kedua lenganku yang sedang duduk diatas penisnya sambil terus kugoyangkan pantatku naik turun walaupun aku tahu dia sudah mengeluarkan pejuhnya, tapi aku pura-pura cuek saja karena kurasakan penisnya masih cukup tegang "Aduh.. Aduh wis Mas, wis Mas aku wis metu, aku enggak kuat, wis menengae ojo digoyang maneh, aku kerih kabeh ini," kata-katanya terus nyerocos. Sampai akhirnya aku tetap duduk diam diatas penisnya yang sengaja belum kulepaskan dan sekarang ganti tangannya yang mengocok penisku, tapi sampai beberapa lama aku tidak juga mencapai puncaknya, akhirnya aku putuskan untuk menyudahinya walaupun aku masih belum terpuaskan karena penisku terasa panas kena gesekan dengan tangannya. Lalu dia berkata "Opoo, Mas? Sampeyan enggak nafsu yoo main ambek aku?" "Koq ora metu-metu sampek aku kesel iki" "Yoo, wis engko bengi ae dilanjutno maneh," sahutku Akhirnya kami berdua tidur dengan saling berpelukan dan dalam keadaan masih telanjang bulat, sampai aku tidak tahu jam berapa itu. Ketika aku terbangun dan dia masih terlelap disebelah. Mulai lagi sifat usilku, kuhisap lagi penisnya yang masih terkulai tidur seperti pemiliknya dan kumasuk keluarkan dengan mulutku yang akhirnya mulai mengeras kembali dan diapun terbangun merasakan rangsanganku pada penisnya. Kemudian dia meraih lotion disampingnya dan melumuri penisnya dengan lotion itu dan menyuruhku untuk menungging dan dia mulai memasukkan penisnya yang sudah siap tempur itu ke lubangku untuk yang kedua kalinya. Kalau pada ronde pertama tadi aku yang aktif naik turun, sekarang pada ronde kedua ini ganti dia yang aktif dengan memaju mundurkan penisnya dari belakangku. Sampai tak berapa lama terdengar. "Aucch aku metu maneh Mas" "Ssstt, aahh" Dan kurasakan denyut-denyut didalam lobangku sampai akhirnya dia terdiam dan segera menggelosor disebelahku dan tangannya mulai lagi mengerjai punyaku. "Duwek sampeyan koq ora metu-metu sih" "Kesel kabeh aku, njaluk diapakno yaa," lanjutku. "Njaluk ditembakno nang ngone silitmu," jawabku. "Ih, emoh aku, aku ora iso, aku durung tahu ditembak, emoh, emoh aku" Walaupun begitu aku tidak memaksanya untuk melayaniku sesuai dengan yang kuharapkan, tapi aku cukup puas bisa membuatnya ngecrot sebanyak dua kali Kami kemudian tiduran kembali dan mulailah dia mengutarakan isi hatinya atau curhat kepadaku mengenai pasangannya yang sudah tidak memperhatikan dia lagi karena ada kawannya yang menginginkan dia untuk menjadi pasangannya walaupun dia sudah tiga tahun membinanya hubungan dengan Widya. Walaupun sudah lama menjadi pasangan, tapi kalau bermain, bercumbu tidak banyak variasi seperti yang telah kulakukan terhadaphnya, sehingga Widya merasakan mendapat sesuatu yang baru dariku. Dan dalam nada bicaranya dia mengharapkan aku untuk menjadi pengganti pasangannya yang sudah mulai jarang bertemu dengannya. Tapi aku menjawab bahwa itu tidak mungkin, karena aku adalah tipe seperti kumbang yang hinggap disini sejenak lalu hinggap disana sejenak dan akhirnya terbang lagi untuk hinggap ditempat lain. Karena aku mengakui bahwa aku adalah orang yang sex oriented saja, jadi mana mungkin aku bisa setia dengan pasanganku seandainya aku mempunyai pasangan. Hal itu kuutarakan kepadanya. "Kamu nggak mungkin mengharapkan aku lebih dari seorang kawan, apalagi mengharapkan aku sebagai pasanganmu," kataku. "Karena kalau kamu mengharapkan yang lebih, kamu akan sakit hati, cemburu dan lainnya melihat setiap tingkah lakuku," lanjutku. "Aku bukannya tipe orang yang bisa setia terhadap pasangannya" "Dan aku juga adalah orang yang bosanan, kita berkawan saja, kalau kamu mau curhat ke aku, boleh-boleh aja, aku nggak keberatan" "Kalau kamu membutuhkan aku untuk ML, aku ready koq setiap saat, karena aku memang suka itu dan nggak perlu bertele-tele," lanjutku. "Tapi Mas.. " Belum sempat dia meneruskan kata-katanya, sudah kupotong terlebih dulu "Udahlah nggak usah serius banget, aku seneng yang begini ini koq" "Sudah ah kita tidur lagi yaa, sayang" Walaupun aku mengucapkan sayang padanya, tapi tidak ada sebersitpun dalam hatiku untuk menjadikan dia sebagai pasanganku, karena aku takut mengecewakan dan juga takut dikecewakan. Karena aku memang pernah merasakan begitu sakitnya hati ini ketika pasanganku beralih kekawan karibku sendiri sehingga aku tidak bisa melupakan peristiwa itu dan akhirnya membentuknya sebagai suatu trauma agar aku tidak jatuh hati pada seseorang dan mengharapkan cintanya hanya untukku saja. Itulah yang membuatku menjadi senang berpetualang dengan setiap orang yang kuinginkan tanpa mengharapkan hubungan yang lebih jauh lagi dari hanya sekedar ML saja yang membuatku menjadi orang yang sex oriented saja, tidak lebih dari itu. Aku terbangun dari tidurku setelah kudengar adzan subuh, dan aku membangunkan Widya yang berjanji untuk mengantarkan aku pagi itu karena untuk keluar dari perumahan tempatnya tinggal terlalu jauh bila harus jalan kaki menuju ke terminal. Tapi dia masih ogah-ogahan mungkin dia begitu lelah habis bermain dua ronde tadi malam, akhirnya kutelentangkan dia dan mulai kukenyot lagi penisnya yang mengkeret itu dan mulai nampak reaksinya dengan makin mengeras dan membesar. "Aduh Mas, aku kesel Mas" "Wis koe menengwae, mlumahae wis enggak usah obah" "Aduh eesshh, enake Mas" "Ayo terus Mas, aduh.. Aduh enake Mas" Terus kukenyot penisnya yang makin tegang itu dan dia juga mulai mengangkat-angkat pinggulnya dan makin keras ngacengnya yang makin membuatku bersemangat untuk makin memacunya dalam emotan pada penisnya itu sampai akhirnya. "Auucch Mas, aku arepe metu Mas" Tapi aku pura-pura diem saja, sampai kurasakan cairan hangat, asin, amis mengalir dalam mulutku yang segera kutelan semuanya tanpa sisa, tinggallah dia terkapar menikmati sisa-sisa orgasmenya. Setelah berapa saat, aku baru sadar kalau hari sudah mulai terang dan ketika kulihat jamku sudah menujukkan pukul 05.30. Aku segera memakai pakaianku kembali, memang selama semalam kita tidur dalam keadaan telanjang semua. Dan segera kubangunkan dia untuk segera mengantarkan aku ke terminal. Didalam perjalanan dari rumahnya ke terminal dia sempat berkata, "Mas, nek aku kumpul karo sampeyan telung dino telung bengi, mungkin awakku ini entek kehabisan cairan," terusnya. "Lha yok opo saben tangi mesti diumek terus ae, mosok sak wengi iso metu sampek ping telu" "Tapi awakmu puas khan?" Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya hanya sebuah senyuman yang mengandung sejuta arti bagiku dan itu sudah cukup bagiku si petualang ini.
Dan saya merasakan tubuhnya menyentak mengejang berapa kali dan bersamaan dengan geliat penisnya yang saya genggam sambil menyemprotkan cairannya ke seperai. Saya melihat Pak Rudi memejamkan mata dengan lemas masih menikmati orgasmenya. Sebenarnya saat itu saya juga mau merasakan orgasme didalam tubuh Pak Rudi, namun sepertinya Pak Rudi sudah sangat lelah, saya menghetikan penis saya yang masih tertanam di dalam tubuh Pak Rudi sambil memeluknya dengan rasa sangat bahagia karena bisa membuatnya orgasme seperti tadi. Pak Rudi berbalik dan berusaha menciumku saya sambut dengan bibirku. "Terima kasih, Sayang," ucapnya kemudian menciumku lagi dan kembali membelakangiku, sepertinya dia cukup kelelahan. Saya masih memegangi penis Pak Rudi yang berangsur mulai melemas dan tangan saya dipenuhi cairan putih kental itu, sambil terus memeluk Pak Rudi dan penisku masih tertanam didalam tubuh Pak Rudi saya menjilat tangan saya merasakan cairan kental itu rasanya asin dan enak, saya menjilat taganku sampai bersih menelan habis cairan itu. Saya menarik penisku dari tubuh Pak Rudi yang sepertinya sudah tertidur kelelahan dan saya bergeser agak ke atas sehingga bisa mencium pundaknya, lehernya, pipi dan rambutnya kemudian saya tertidur disampinya sambil terus memeluknya menciumi tubuhnya dan menikmati aroma parfum yang sudah membaur dengan aroma tubuh maskulin Pak Rudi. Saya tidak tahu sudah jam berapa tapi mungkin sudah hampir pagi, mungkin sekitar jam 3 atau 4 tapi saya tertidur saja dengan sangat bahagia dengan semua hal yang kualami hari itu dengan Pak Rudi. Berharap hari-hari kedepan akan lebih indah. Jam 10 Pagi saya terbangun dan Pak Rudi sudah tidak di sampingku lagi, saya terbangun dan mencari celana dalam dan celana pendek yang kukenakan tadi malam. Saya memakainya kemudian ketoilet mencoba cuci muka dan melap mukaku dengan handuk, kemudian berjalan keluar. Saya langsung ke dapur karena mendengar suara dari sana, rupanya Pak Rudi sedang memasak sesuatu. "Sudah Bangun, Sayang," ucapnya dengan senyuman yang semakin membuatnya tambah manis. Dia menghentikan kegiatannya dan berjalan ke arahku, dia sudah mandi dan mengenakan kaos serta mengenakan celana jeans. Kami berpelukan dan berciuman mencoba saling mengamati wajah masing-masing, saya mencium Pak Rudi di bibir kemudian mencium sedikit di belakang lehernya. Postur Pak Rudi lebih pendek dariku, sekitar 168 dan saya 172. "Saya mandi dulu ya! sayang!" ucapku sambil melepaskan pelukan kami. Pak Rudi menciumku dan saya pergi ke kamar untuk mandi. Selesai mandi saya lihat di tempat tidur sudah ada pakaian ganti dan juga sebuah CD putih, saya memakainya dan kami makan sambil nonton TV. Setelah itu saya pamitan untuk pulang dulu karena takut orang dirumah khawatir. Walaupun semalam saya sudah SMS bahwa saya tidak akan pulang tapi tidak pulang lama begini rasanya tidak enak juga. Saya ganti pakaian seperti pakaian kantor yang saya kenakan kemarin dan pamitan untuk pulang tapi ciuman yang harusnya ciuman perpisahan itu malah menjadi ciuman indah yang berlanjut ke making love yang lebih seru dari tadi malam. saat akan pergi sambil berdiri kami berpelukan dan berciuman karena tapi dia malah membuatku semakin hanyut dengan ciuman basah itu. Saya mencoba menyentuh daerah sekitar depan penisnya yang kelihatannya menonjol namun sepertinya benda didalamnya sudah sangat tegang dan dia melakukan hal yang sama padaku sambil tidak melepaskan pautan bibir kami sampai akhrinya membuat kami melepas semua pakaian yang kami kenakan dan melakukannya lagi diruang tamu. Kami memulai dengan posisi berdiri kali ini sepertinya dia ingin cepat-cepat dimasuki dia memberikan pelicin pada Pada Pusakaku yang mengacung itu dengan lotion kemudian membelakangiku dan mengarahkanya untuk masuk ke daerah analnya. Saya mendorongnya dengan pelan karena dia masih merasa sakit kemudian saat dia sepertinya mulai menikmatinya saya memaju mundurkannya dan mehentakan beberapa kali saya agak kesulitan dan tidak terlalu nyaman dengan posisi ini karena saya agak lebih tinggi darinya namun tetap saja nikmat dan membuatku sangat bahagia dengan bisa melihatnya mendesah kenikmatan dengan posisi beridiri ini. Dia bertumpuh dengan kedua tangannya kedinding, dan kadang-kadang saat saya menghentakkan terlalu kuat ke dalam sepertinya dia agak terangkat ke atas tapi dia menikmatinya, sesaat dia berbalik kebelakang dan kami berciuman. Sepuluh menit dengan posisi itu kami ganti posisi dia berbaring di sofa dan saya berlutut di lantai mengangkat kedua kakinya ke atas dan meletakannya di diantara pinggangku, luar biasa saya melihatnya dia sangat seksi dengan posisi ini sehingga semakin membakar nafsuku untuk terus memaju mundurkan penisku, dan saya bisa melihat wajah dengan senyum dan desahan kenikmatan membuatku semakin bernafsu, dan kadang-kadang kami dengan mudah bisa berciuman dan saling melumat lidah dan bibir masing-masing. Desahannya semakin kuat dan keras saya semakin mepercepat maju mundur penis saya saya lihat dia memejamkan mata menikmati hal ini dan terus mengocok penisnya sendiri. "Saya sudah mau keluar, sayang," ucapku. "Keluar sekarang aja sayang" "Saya juga sudah mau" Akhirnya saya menyemprotkan cairan saya didalam tubuhnya dan dia terus saja menikmati hal ini dan terus mengocok penisnya. Saya menikmati beberapa saat orgasme saya namun kemudian menggerakan kembali penis saya yang memang belum lemas untuk membantunya mencapai orgasme. Beberapa saat kemudian saya melihatnya kejang dan penisnya memutahkan cairan itu diatas perutnya, dia memejamkan matanya saya memeluknya dan menciumnya kembali. "I love you, Sayang" ucapku dekat kupingnya sambil kemabali menciumi pipinya. "I love you juga sayang" balasnya. Kami membersihkan diri, di kamar mandi, mandi bersama-sama sambil kadang saling berciuman dan berpelukan. Rasanya benar-benar hal yang sangat indah Kemudian saya pamit pulang dulu kerumah dan berciuman, kali ini memang ciuman untuk perpisahan. Saya pulang kerumah dan tidur sampai akhirnya saya terbangun dengan bunyi HP-ku. "Halo," ucapku. "Halo sayang, lagi ngapain?" ucap yang kudengar ditelpon yang langsung membuatku bersemangat karena suara itu adalah suara Pak Rudi nomornya belum tersave di HP ku jadi tadi tidak kukenal. "Baru bangun tidur," jawabku saya tidak mengatakan sayang karena khawatir ada orang disekelilingku yang mungkin dengar. "Lagi dimana?" tanyaku. "Dirumah aja ko sayang!" "Eh.. Nanti malam kita nonton yuk, ada film bagus tuh di TO" ajaknya. "Jam berapa?" tanyaku. "Yang midnight aja, lebih seru tuh." "Ok," jawabku. "Saya jemput jam 7 ya, kita jalan-jalan dulu!" ucapnya lagi. "Nanti saya mau Ke Gramedia cari buku, ketemu disana saja." "OK, Gramedia Mall Ratu Indah?" mencoba memastikan. "Yup, jam 7 saya sudah disana ko!" jawabku. "OK deh sayang, I love you!" ucapnya. "Iya," dan saya tutup telepon saya masih takut bilang sayang lewat telepon gitu, takut ada yang perhatiin dirumah. Malam itu kami nonton sampai dini hari selama dibioskop kami terus berpegangan tangan dan rasanya sangat indah, seandainya memungkinkan mungkin kami bisa lebih seperti yang kami lakukan dalam perjalan pulang kerumah saling berciuman dan saling memegang penis masing-masing. Kami tiba Jam 3 Pagi dirumah, saat masih digarasi saja celana dan pakaian kami sudah kusut dan awut-awatun dan kami langsung masuk rumah melanjutkan hal tersebut. Benar-benar suatu kenikmatan dan anugrah yang luar biasa. Bisa bersama dan melakukan hal ini dengan orang yang saya cintai. Hubungan kami berjalan lancar dan sangat indah apalagi saya kemudian direkrut bekerja di Bank tersebut sehingga dengan mudah kami bisa selalu bersama, kami saling mencintai dan berkomitmen untuk bersama dan saling menjaga. Di kantor kami selalu bersikap biasa-bias, berhati-hati dan berusaha untuk tidak membuat orang curiga apalagi sampai ketahuan. Kami mengusahakan meminimalkan intesitas pertemuan kami, dan walaupun saat pertama diterima sebagai karyawan di bank itu saya menjadi bawahan Pak Rudi tapi saya mengajukan permohonan pindah ke bagian lain dengan alasan devisi tersebut bisa membuat saya lebih berkembang, padahal alasan saya mau pindah karena saya tidak bisa bekerja jika selalu berdekatan dengan orang yang sangat kucintai tersebut. Rasanya yang ada dipikiranku hanya ingin memeluknya saja. Kami berusaha berlaku seolah-olah kami kawan karib saja pada hal kami lebih dari itu, terutama saat makan siang di kantin saya harus benar-benar pintar jaga sikap demikian juga dia, tapi ini sudah komtimen kami, dan saya benar-benar menikmati hal ini dan tidak menyesal lagi bahwa saya tertarik dan menyukai pada sejenisku. Namun sayangnya itu hanya berlangsung kurang dari setahun karena Pak Rudi harus dipindahkan ke kantor pusat dia diminta masuk devisi Analis Produk. Dan itu merupakan peningkatan karir yang besar baginya dan tidak mungkin saya menahannya apalagi ini untuk kebaikan dia. Pernah dia mengatakan niatnya untuk mengajukan permohonan ke kantor pusat agar tetap disini, tapi saya melarangnya, karena hal seperti itu sangat tidak wajar dan tidak etis untuk dilakukan di sebuah perusahaan dan memang harusnya saya dan dia belajar mengorbankan sesuatu dalam hidup ini untuk sesuatu yang saya harap akan lebih baik nantinya bagi kami berdua dan kalau memang cinta kami ditakdirkan untuk bisa kembali bersama mungkin nanti kami bisa bersama kembali. Perpisahan kami memang sangat berat, merupakan hal terberat yang pernah saya alami dalam hidup dan saya yakin baginya juga pasti sangat berat. Awalnya saya tidak yakin mampu berpisah dengannya namun saya tidak pernah menunjukkan hal itu padanya karena saya ingin dia mendapatkan posisi itu, saya berusaha untuk tegar dengan perpisahan kami tapi akhirnya sekarang mungkin kalau kamu sempat membaca tulisan ini. Saya merelakan kamu pergi karena kamu berhak dan harus mendapatkan yang lebih baik, hari itu sama sekali saya tidak bergembira dengan kepergianmu tapi saya pura-pura saja bersemangat, mengemasi barang-barangmu, mengantarmu ke bandara, tapi malam itu saya tidak tidur, dan tidak masuk kantor selama 2 hari. Saya tidak ingin membuatmu terlalu sedih karena saya yakin jika kamu juga sangat berat meninggalkan semua itu dan kemungkinan kamu akan nekat untuk memilih tetap disini, sekarang saya sudah lebih baik dan saya selalu mencintaimu. Saya yakin kamu sekarang bisa menerima alasan mengapa saya kelihatannya sangat biasa-biasa dan tenang dengan kepergianmu hari itu. Terima kasih untuk hal indah kau bawa dalam hidupku ini, I wish we could be together again later, someday later, the day that I am always sure will be come. I always love you, always longing to hold you. Dan kuharap ini tak berakhir.
Saya membuka mata berusaha merasakan suasana sekelilingku, lampu yang tadinya sangat terang sekarang menjadi sangat redup, tapi saya mulai sadar bahwa yang memelukku adalah Pak Rudi, hasratku langsung bangkit dan tanpa berkata apa-apa saya kemudian memegang tangan yang memelukku tadi seolah-olah menyetujui dan ingin lebih dari itu, saya memegangi tangan Pak Rudi yang berada di perutku dan menikmati saat ini, rasanya luar biasa berada dalam pelukan seorang laki-laki dewasa ganteng dan gagah serta sangat kukagumi seperti Pak Rudi. Yang selama ini hanyalah merupakan khayalanku semata. Beberapa saat saya masih menganggap itu hanyalah mimpi namun semakin lama rasanya semakin nyata. Kemudian saya berbalik berhadapan dengannya berusaha memandangi wajahnya walaupun samar-samar saya melihatnya tersenyum kemudian, dia mendekatkan bibirnya pada bibirku dan langsung kubalas, kami berciuman, luar biasa ciuman yang benar-benar tidak akan pernah kulupakan. Terasa aneh merasakan ciuman seperti ini namun rasanya tetap saja luar biasa nikmat, lidahnya yang terus masuk dan sampai menyentuh lidahku, beberapa saat saya hanya terpaku dan menikmati apa yang dilakukan Pak Rudi dengan mulut dan bibirnya pada bibirku, namun mungkin karena hal seperti ini benar-benar merupakan insting dan hasrat sexual, jadi dalam beberapa menit saya langsung bisa membalas dan melakukan hal yang sama terhadap apa yang dilakukan Pak Rudi padaku, rasanya itu merupakan dorongan dalam diriku untuk melakukan sesuatu itu. Menit-menit berlalu kami hanya habiskan untuk ciuman panjang ini. Saya menyentuh dan meraba muka Pak Rudi mencoba merasakan dan ingin menikmati benar-benar wajah tampan itu, benar-benar lembut dan mulus saya merasakan bekas cukur yang mulai agak kasar namun itu merupakan kenikmatan tersendiri yang membuat semuanya terasa lebih kunikmati. Kemudian Pak Rudi sambil terus menciumku mulai memidahkan tangan kirinya yang tadinya memeluku dengan erat kedaerah sekitar perutku kebawah menarik sedikit kaosku ke atas dan memasukan tangannya mulai meraba perut dan dadaku, rasanya sensasi yang luar biasa, beberapa saat kemudian saya merasakan tangannya mulai menyentuh penisku dan beberapa saat kemudian sudah mengegamnya dan memijitnya dari luar celana pendek berbahan kaos yang kukenankan, penisku beraksi dengan sangat luar biasa untuk hal ini. Saya merasakan penisku sudah benar-benar tegang dan sangat mengeliat-geliat dalam gegaman tangan orang yang benar-benar kuharapkan untuk melakukan hal seperti ini denganku untuk pertama kalinya. Namun kami tetap saja menikmati ciuman panjang ini sambil tanganku juga mulai meraba dada Pak Rudi, dan mulai turun kebawah mengegam penis Pak Rudi yang juga sangat tegang, saya benar-benar menikmati benda tersebut ditanganku, tangan Pak Rudi mulai menyusup dibalik celana dan celana dalamku dan meyentuh langsung benda itu, beberapa saat dia mengenggamnya namun beberapa saat kemudian dia menghentikan ciuman itu dan membantu saya mengeluarkan celana dan baju yang kukenakan dan melakukan hal yang sama pada dirinya. Kini kami berdua benar-benar telanjang, kembali pada posisi kami semula kami kembali berciuman dan saya meraba dada Pak Rudi yang bidang dan ditumbuhi bulu-bulu halus, benar-benar sesuatu yang indah, namun kemudian Pak Rudi bangkit dan pindah ke atas menindih tubuhku dan saya merasakan penis kami yang sudah sama-sama tegang tertekuk ke atas dan terjepit diantara tubu-tuBH kami, Pak Rudi kembali menciumiku kali ini tidak hanya dimulut namun dia menciumi seluruh bagian tumbuhku saat mencium pipi kiriku saya mendengar Pak Rudi berbisik. "Kamu menikmati ini khan sayang?" tanpa menjawabnya saya langsung mendesah menikmati sentuhan lidahnya pada telingaku. "Saya memperhatikanmu sejak hari kedatanganmu ke kantor dan berharaf untuk bisa bersamamu," bisiknya ditelingaku. "I love you sayang" kalimat yang kemudian kudengar. "I love you too, sayang" jawabku dengan sangat bahagia mendengar ucapan-ucapan itu sambil terus menikmati semua yang terjadi ini. Berat tubuh Pak Rudi yang lebih berat beberapa kilo dibandingkan beratku sendiri dan sedang menindihku ini benar-benar terasa sesuatu yang kunikmati. Tangan Pak Rudi menyusup diantara celah tubuh kami dan memegang penisku sambil ciumannya pada tubuhku bergerak keleherku dan kemudian kedadaku dan kemudian dia bangkit dan berjongkok diantara kedua kakiku sambil mengenggam penisku dan kemudian memasukan penis itu kemulutnya, mengulumnya dan "oohh.." kata yang keluar dari mulutku untuk sensasi lidahnya pada penisku. Dia terus mengulumnya dan mempermaikan lidahnya pada ujung penisku, beberapa saat dia pindah kebuah zakarku menjilatnya, measukan kemulutnya dan mengulumnya kemudian kembali lagi pada penisku, dan benar-benar luar biasa. Sekitar 10 menit dia melakukan itu sepertinya dia juga benar-benar menikmati penisku ini, dan beberapa saat kemudian saya berusaha menghentikannya karena rasanya sudah ingin keluar namun dia tetap tidak mau berhenti dan akhirnya. Crot.. Crot.. Crot.. Denyutan penisku beberapa kali itu juga menghatarkaku pada gerbang kenikmatan yang luar biasa dan menyeburkan mani itu ke dalam mulutnya, dia belum berhenti juga dengan penisku masih mengulumnya dan dia menelan habis semua cairan yang dimuntahkan penisku ke dalam mulutnya. Beberapa saat kemudian saya hanya terbaring kaku dan masih menikmati keadaan luar biasa yang barusan kualami dan tidak meperdulikan Pak Rudi yang masih sibuk dengan penisku. Saya terlelap beberapa menit mungkin dan saat tersadar Pak Rudi sudah kembali memelukku dan menciumku, saya menolehkan wajahku padanya dan tersenyum. "I love you, Sayang," kembali saya mendengar kalimat itu dari mulut Pak Rudi. "I love you too, sayang," balasku sambil mencoba memeluknya dan mencium bibirnya. Kami kembali dengan ciuman itu dan membuat penisku kembali tegang perlahan juga saya merasakan penis Pak Rudi juga sudah menegang kembali yang mungkin agak dingin saat saya tertidur tadi, sambil terus berciuman saya menggegam penis Pak Rudi dan dia juga melakukan hal yang sama terhadap penisku, tanpa menghentikan ciuman kami dan tidak melepaskan genggaman tanganku dari penis yang terasa sangat indah dalam genggamanku itu saya mengatur posisi agar bisa berada diatas dan menindih Pak Rudi. Kemudian saya mulai melakukan hal yang sama seperti yang dilakukanya tadi padaku, saya terpaku mencium lehernya cukup lama sambil terus menggenggam dan mengocok penisnya yang kelihatannya dia sangat menikmatinya. Beberapa kali dia mejauhkan tanganku dari penisnya karena dia tidak mau keluar terlalu cepat, dan saya menurut saja. Saya semakin kebawah dan mengambil posisi yang sama saat tadi dia mengulum penisku, saya mengulum penis itu, nikmat sekali merasakan penis yang benar-benar tegang berada dimulutku, beberapa kali saya merasakan bahwa ada sesuatu yang agak asin yang keluar dari penis ini sepertinya mani, yang juga kunikmati. Sekitar 10 menit saya melakukan hal itu pada penisnya tiba-tiba dia menariku dan memintaku berhenti dan membimbingku untuk berbaring disampingnya. Dia menciumku dan memegangi tanganku berusaha menjauhkannya dari penisnya. Kemudian memegang dan mengocok penisku yang kini sudah kembail sudah sangat tegang. "Tunggu sebentar ya.. Sayang," bisiknya ditelingaku sambil bangkit dari tempat tidur berjalan kemeja rias mengambil sebotol hand body lotion disana, saya tetap berbaring menunggunya dan menikmati tubuh telanjangnya dengan penis tegangnya yang sedang mengacung. Dia kembali ketempat tidur dan menciumku kembali sambil tangannya kembali dengan ganas menggenggam dan mengocok penisku. Kemudian dia mengoleskan lotion yang sangat banyak pada penisku kemudian membelakangiku dan mengarahkan penisku yang berukuran sekitar 18 cm itu kedaerah analnya, rasanya sulit sekali masuk namun dia terus berusaha mengarahkan penis itu dengan tangannya. "Dorong dikit sayang" ucapnya, kemudian saya mendorong penisku masuk dan akhirnya masuk juga. "Pelan-pelan sayang" ucapnya lagi. Saya mendorong penisku masuk sambil memeluknya dan menciumi punggungnya, rasanya saya mulai benar-benar nikmat dengan hal ini, daerah analnya yang sangat ketat memijit dan memberikan tekanan yang luar biasa pada penisku yang walapun belum seluruhnya masuk. "Berhenti dulu sayang, jangan digerakan dulu," ucapnya saat saya berusaha mendorong benda pusakaku untuk masuk lebih ke dalam lagi. Beberapa saat saya melihat dia diam dan memejamkan mata berusaha mengadaptasi benda yang sedang berada di dalam tubuhnya ini. Beberapa menit kemudian saya kembali berusaha mendorong masuk sebagian penisku yang belum masuk dan sepertinya dia sudah mulai menikmati hal ini, dengan melihat dia mulai mendesah menikmatinya saya berhenti sejenak dan memeluknya dengan erat dan mencium punggung dan belakang lehernya menoleh kebelakang berusaha membalas ciuman saya itu kami berciuman kembali dan sepertinya kali ini lidahnya sangat liar dalam mulutku. Mungkin karena dia sudah sangat menikmati benda pusakaku yang sudah hampir tertanam sepenuhnya ke dalam tubuhnya. Sambil kami berciuman tanganku juga sibuk mengocok penisnya. Kembali beberapa kali dia berusaha menghentikaku karena takut keluar terlalu cepat. Beberapa menit berlalu sambil terus menikmati ciuman basah kami tanpa diperintah saya mulai menggerakkan penis saya untuk maju mundur, dan dia semakin luar biasa saja dengan ciuman itu, lidahnya semakin ke dalam berkelana disemua bagian rongga mulutku, saya terus memaju mundurkan penisku dan terus saya lakukan dan dia sangat menikmati hal tersebut. Kami menghentikan ciuman dan berkonsentrasi untuk menikmati kegiatan keluar masuk penisku ini, dan dia juga sangat menikmati ini, wow.. Saya belum pernah merasakan kenikmatan berhubungan sex seperti ini, dalam benakku. Saya mulai memikirkan bahwa berhubungan dengan laki-laki jauh lebih menyenangkan dengan wanita. Saya terus memaju mundurkan penisku dan semakin kupercepat dan Pak Rudi semakin mendesah menikmati ini semua hanya deshan nafas kenikmatan yang bisa saya dengar dari mulut Pak Rudi sekarang, sambil saya terus mengocok penisnya dengan tangan kananku. "Keluarkan sekarang, sayang!" "Saya juga sudah mau keluar," ucap Pak Rudi sambil terus mendesah menikmati kegiatan kami. Pak Rudi mengangkat tangan kanannya dan mendorong kepala saya agak kedepan dibawah tangannya itu, kemudian kami berciuman kembali dan tangan saya tetap mengocok penisnya ciuman yang benar-benar panas, dan saya terus memaju mundurkan penisku di dalam tubuh Pak Rudi kadang-kadang saya menyetakkan sangat dalam dan Pak Rudi menikmati setakan tersebut. Tiba-tiba Pak Rudi melepaskan pautan bibirnya pada bibirku dan melenguh panjang. "Wow.. Wow.. Hah.. Hah..!"

Inilah ceritanya, Seperti biasa pagi itu terasa begitu cepat datang, rasanya aku masih sangat betah dengan tempat tidur empuk ini tapi apapun yang ada dipikiranku aku akhirnya harus bangkit juga dari tempat tidur ini, jam sudah menunjukan pukul 5.45, aku harus bangun cepat karena takut terlambat sampai ketempat kerjaku di sebuah Bank Swasta di kota Makassar. Namaku rifki saat ini aku 23 tahun, saya anak lelaki biasa namun satu hal yang kurasa berbeda dan sedikit membuatku tidak terlalu nyaman adalah. Sudah lama aku menyadari akan ketertarikanku terhadap sejenis namun hal itu berusaha kututup-tutupi bahkan aku sangat munafik pada diriku sendiri akan hal ini, namun akhirnya entah karena apa atau mungkin karena aku sendiri yang sudah tidak tahan terus berpura-pura pada diriku sendiri, aku memberanikan diri untuk memulai hal ini. Ini dimulai sejak sekitar 2 tahun yang lalu di tempat PKL ku, yang sekarang sudah menjadi tempat dimana saya bekerja, saat itu aku dalam proses akhir penyelesaiaan pendidikan D3-ku di sebuah lembaga pendidikan yang cukup terkenal di kota ini aku mendapat pengalaman yang membuatku berpikir bahwa keadaanku yang selama ini tidak dapat kuterima itu ternyata sesuatu yang bisa kunikmati dan menjadi titik pijakan bagiku melepas rasa bersalah akan hal ini. Sekaligus memulai memasuki bentuk kehidupan dimana saya mestinya berada. Hari itu hari Jumat merupakan hari kerja terakhir dan juga mencukupkan 2 minggu saya di Bank tersebut, saya berusaha bersikap sebaik mungkin kepada semua pegawai disitu maklum saya Cuma nebeng di tempat ini untuk keperluanku, sejak masuk 2 minggu lalu saya sudah di rolling ke 2 departeman dan semuanya cukup lancar saja. Sekarang saya di devisi Kredit Consumer, lumayan banyak pekerjaan khususnya di hari Jumat biasanya para karyawan disana kerja sampai malam. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam dan semua yang seharusnya kuselesaikan hari itu akhirnya selesai juga, memang anak magang tidak terlalu dipaksa untuk itu hanya karena merasa harus menyelesaikan dan itu dipercayakan pada saya maka saya harus juga. "Dek sudah jam tujuh, kalau memang belum selesai bisa dilanjutin nanti aja, hari senin?" ucap Pak Rudi padaku, dan membuatku juga tersadar bahwa sekelilingku sudah mulai sepi, sudah banyak orang yang pulang dan tinggal beberapa orang diruangan itu, Pak Rudi adalah orang yang bertanggung jawab langsung untuk bidang yang kukerjakan. Dia yang memintaku mengerjakan pekerjaan yang sedang kukerjakan ini. "Sudah selesai ko, pak!" jawabku. "Antar keruangan ya, saya juga sudah mau pulang nih?" pintanya. Yang kukerjakan adalah file kredit jadi harus sangat hati-hati dan teliti penyimpanannya, Selesai mengisi blangko pemeriksaan saya membawa berkas-berkas tersebut keruangan Pak Rudi, saya mengetuk pintu. "Masuk Rif!" jawabnya. Setelah masuk, "Bawa sini!" Dia meminta berkas itu, saya pun menyodorkannya dan dia langsung mengambilnya satu persatu dan meletakannya di rak-rak dalam lemari file, suasana malam ini agaknya berbeda dari biasanya saya agak lebih santai dan sepertinya dia juga. Biasanya kalau berhadapan dengan Pak Rudi saya sangat kaku karena mungkin penampilannya yang terlalu tenang dan kelihatan sekali kalau dia orang yang cerdas dan sangat di hormati bawahannya, namun secara diam-diam sejak saya pertama melihatnya dalam hatiku tersimpan kesan yang mendalam tentang pisik dan sikap orang ini, dia sangat tampan dan bentuk tubuh laki-laki yang proporsional dan menurutku cukup seksi, usianya sekitar 30-an walaupun kalau saya pikir dia masih terlalu muda. "Rifki tinggal dimana?" dia menanyaiku sambil melanjutkan mengambil dan meletakkan file tersebut satu persatu sesuai dengan urutan tertentu. "Di Jalan Raccing Centre pak!" jawabku. "Lumayan jauh ya!" "Iya Pak agak jauh tapi angkutan umum kesana lancar ko pak!" saya menjawab dengan spontan saja. "Dengar-dengar katanya bapak orang baru ya di cabang ini?" entah karena apa saya mengeluarkan pertanyaan seperti itu tapi saya rasa bukan karena basa-basi tapi rasanya memang ada ketertarikan dalam diriku untuk tahu lebih banyak orang dihadapanku ini. "Iya saya baru satu bulan disini, dan suasana disini cukup sesuai dengan harapan saya sebelumnya," jawabnya. "Saya permisi duluan ya! Pak!" ucapku sambil bersiap menginggalkan ruangan itu setelah selesai dengan urusan file tersebut. "Entar dulu dek, nanti kita pulang bareng aja, saya juga sudah mau pulang sekarang," ucap Pak Rudi dan membuat saya menghentikan niat saya untuk pergi meninggalkan ruangan itu. "Kalau memang rifki tidak ada keperluan lain diluar?" tawaran Pak Rudi padaku yang sama sekali tidak kuduga. "Enggak ada ko, Pak!" jawabku menyetujui. Selesai dengan itu kami akhirnya meninggalkan kantor yang sekarang mulai berangsur sepi, sekitar jam 7.50 dengan mobil Escudo Pak Rudi. "Kita cari makan dulu baru pulang ya!" ucap Pak Rudi padaku, saya tidak menjawab pertanyaan itu tapi menunjukkan sikap menyetujui. Entah kenapa dalam hatiku muncul suatu perasaan yang aneh terhadap Pak Rudi entah itu hasrat atau cuma pikiran ngelantur saja, saya mulai merasa bahwa ini bukanlah hal biasa, ini bukanlah acara pergi makan saja tapi sepertinya Pak Rudi juga agak memendam sesuatu karena sikapnya selama diperjalanan seolah-olah agak tegang dan sepertinya juga tidak sesantai tadi di kantor. Tapi saya berusaha menafikan suasana itu pikirku karena mungkin dia lelah saja. "Bapak sebelumnya dari cabang mana?" tanyaku basa-basi mencoba membuka kebekuan suasana. "Saya dari Surabaya, baru setahun bergabung dengan Bank ini!" jawabnya. "Background pendidikan saya sebenarnya bukan Perbankan tapi Manajemen Pemasaran" lanjutnya lagi. Pembicaraan kamipun akhirnya berlanjut sampai pembicaraan pribadi dan akhirnya saya tahu bahwa Pak Rudi belum bersitri, dia tinggal sendiri disini. Setelah selesai makan disebuah rumah makan sederhana di Pantai Losari dia mengajak jalan keliling melihat beberapa tempat yang ingin dilihatnya. Jam 10.00 malam kami pun pulang. "Gimana kalau kamu singgah dirumah dulu, entar saya antarin pulang," ucap Pak Rudi sambil terus melajukan mobilnya. "Bisa khan?" tanyanya lagi. "Ya, bisa ko pak," jawabku "Atau sekalian bermalam dirumah aja besok khan libur," saya berusaha menolak ajakan itu karena mungkin basa-basi saja, pikirku dan juga sangat tidak lazim saya nginap dirumah orang yang belum lama saya kenal, tapi sepertinya dia agak maksa untuk itu, jadi saya terima saja. Saya pun akhirnya dirumahnya. Rumahnya lumayan besar untuk orang yang tinggal sendiri, dan tidak ada pembantu. Dia memberi saya kaos dan celana pendek serta handuk dan meminta saya mandi di kamar mandi disebuah kamar, sepertinya itu kamar untuk tamu, Dan dia mandi di kamarnya. Selesai mandi dan ganti pakaian saya keruangan tamu duduk sambil nonton TV, dan beberapa saat kemudian dia keluar dengan mengenakan kaos dan celana pendek juga, dan luar biasa Pak Rudi malam ini luar biasa mengagumkan, seksi hanya itu yang muncul di dalam pikiran saya tapi saya berusaha menyebunyikan kekaguman saya terhadapnya, berusaha terus untuk pura-pura memperhatikan acara TV yang walaupun dalam hati saya lebih tertarik memandangi tubuh Pak Rudi yang Proporsional itu ditambah aroma segar maskulinnya semakin membuatku deg-degan. Tapi beberapa saat kemudian saya berhasil mengalihkan pikiran dan perhatianku dari hal itu karena kami mulai bercerita banyak hal yang cukup menarik. Terus terang malam itu hasratku yang selama ini kukekam untuk tidak menyukai laki-laki benar-benar teruji dan sepertinya tidak ada bagian dari pikiran saya yang tidak mengagumi Pak Rudi. Jam sudah menunjukan pukul 11 malam. Kami nonton sambil terus saling bercerita. "Sudah jam sebelas nih, kalau masih mau nonton di kamar aja ada TV ko, bisa nonton sambil tiduran" ucap Pak Rudi kemudian berjalan kepintu depan memastikan pintu sudah terkunci, "yuk!" ajaknya sambil dia mematikan TV. Tanpa berkata apa-apa kami pun masuk kamar dan dia langsung tiduran di atas tempat tidur yang besar itu, TV-nya berada disebelah kiri tempat tidur tersebut, dia sengaja memilih tidur disebelah kanan agar saya bisa tetap nonton. Beberapa menit kemudian sepertinya dia sudah benar-benar tertidur. Tapi sekarang dalam pikiran saya benar-benar dipenuhi berbagai hal yang saling bercampur aduk, kekagumanku pada Pak Rudi secara pisik, dan semua hal yang melekat padanya, serta saya merasakan ini bukanlah ketertarikan biasa tapi benar-benar sebuah hasrat untuk bisa melakukan sesuatu yang khusus dengan orang ini. Sekarang konsentrasiku pada acara TV tersebut buyar, saya lebih tertarik memandangi Pak Rudi yang sudah tertidur dengan terlentang disampingku, matanya yang terpejam membuatnya kelihatan makin seksi, bibir nya yang tipis dan bekas cukuran yang nampak mulai kasar nampak kontras dengan kulitnya yang putih membuat hasrat dalam diriku semakin menggebu, namun saya masih sangat takut, untuk hal-hal yang sekarang bersarang dalam pikiranku, ingin rasanya saya memeluknya, menciumnya dan mengulum bibir itu. Saat itu saya berpikir jika memang Pak Rudi memiliki ketertarikan kepada saya mengapa dari tadi dia tidak berbuat apa-apa yang bisa membuat saya tahu akan hal itu, karena sejak dari kantor tadi sikapnya benar-benar masih dalam batasan yang wajar dan hal biasalah bagi 2 orang laki-laki tidur di satu tempat tidur, namun kemudian saya berpikir kenapa juga dia menawariku menginap di rumahnya dan sudah sebaik ini padaku apalagi sampai tidur sekamar dan seranjang dengannya. Saya berusaha untuk konsentrasi pada Acara TV yang kutonton dan memang agak bisa membuatku sedikit memalingkan pikiranku darinya. Namun saat acara tersebut berakhir dan saya berusaha tidur semua pikiran itu kembali, sengaja saya tidak mematikan lampu terang kamar tersebut karena takut akan melakukan sesuatu yang tidak-tidak pada Pak Rudi. Saya berusaha tidur mungkin karena lelah sekali akhirnya saya bisa juga tertidur namun diluar dugaanku, rasanya sangat singkat sejak saya terlelap tadi saya merasakan berada dalam pelukan seseorang, dan saya juga merasakan tangan yang sedang meraba dada dan perutku, seperti mimpi namun saya langsung tersadar bahwa sekarang saya dirumah Pak Rudi dalam hati saya bertanya mungkinkah Pak Rudi.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya lagi. "Kenapa kamu menelan sperma Papa? Kamu benar-benar homo?" Meskipun semua pertanyan yang diajukan terasa sangat memojokkanku, namun aku tak menemukan intonasi kemarahan atau pun keterkejutan dalam nada bicaranya. Papaku terdengar seolah-olah dia sudah tahu sejak lama bahwa aku gay. Tapi bagaimana mungkin? Papaku berjalan ke arahku. Saat kami telah berdiri berhadapan, aku hanya bisa menundukkan kepalaku dalam-dalam, malu sekali. "Ada apa denganmu? Papa sudah berdiri di sini dari tadi. Papa melihat bagaimana kamu menikmati noda pada celana dalam itu dan bagaimana kamu menyukai setiap tetes dari pejuh Papa. Papa juga lihat bagaimana kamu sangat menikmati masturbasimu. Kamu ngecret sangat banyak. Anakku, kalau kamu begitu menyukai sperma Papa, kamu 'kan bisa minta." "Hah?!" Aku tak percaya mendengar ucapannya. Apa maksudnya? "Papa sudah tahu kamu homo, tapi Papa tak berani memintamu ngeseks dengan Papa. Kamu pasti tidak tahu, tapi Papa sering mengendap masuk ke dalam kamarmu saat kamu sedang keluar. Papa suka sekali dengan semua koleksi film porno homo, majalah homo, dan juga foto-foto di komputer kamu. Semuanya merangsang. Sering Papa berfantasi bagaimana nikmatnya bersetubuh dengan anak Papa sendiri tapi Papa takut." Pengakuan Papa sangat mengagetkanku. Dalam sekejap, bayanganku tentang Papa langsung pecah berkeping-keping. "Tapi saat Papa tadi melihatmu asyik mencoli kontol kamu sambil meminum sperma Papa, Papa yakin bahwa kamu juga sering membayangkan Papa dalam setiap fantasi jorokmu. Benar 'kan?" "Tapi, Pa, tadi aku lihat Papa sedang ngeseks dengan seorang wanita pelacur. Papa biseks?" tanyaku penasaran. Rasa takut dan maluku berangsur-angsur hilang. "Wanita?" papaku tertawa kecil. "Anakku, yang tadi Papa bawa pulang namanya Jon. Dia laki-laki tulen, seumur Papa. Dia adalah anak buah Papa di kantor. Selama bertahun-tahun, Jon telah sering melayani nafsu homoseksual Papa. Sebenarnya sudah berkali-kali Papa mengajaknya kemari, namun baru kali ini Papa tertangkap basah oleh kamu. Celana dalam yang tadi kamu jilat-jilat adalah celana dalam yang sengaja ditinggalkan Jon untuk Papa," jelasnya sambil tersenyum mesum. "Anakku, Papa sama homonya seperti kamu. Sejak Papa ditinggal mamamu, Papa membenci wanita dan mulai menyukai sesama jenis." Penjelasan Papa membuatku tercengang. Kami hanya berdiri saling menatap selama bermenit-menit sebelum akhirnya aku merangkul papaku sambil menangis lega. "Papa.. Saya sayang Papa.. Sudah lama saya memimpikan Papa.." Kepalaku bersandar di atas dadanya yang gempal namun padat berisi. Tanpa ragu, kuraba-raba dadanya sambil memuaskan impianku untuk memeluknya. Pelan-pelan, kontol Papa membentuk tonjolan besar di depan celana pendeknya. Dan saat itu Papa bertanya.. "Kamu masih kuat? Mau bercinta dengan Papa?" Kutatap wajah papaku dan kutemukan nafsu birahi kembali menguasainya. Aku mengangguk-ngangguk, setuju. Tanpa basa-basi, Papa memerosotkan celana pendeknya. Ternyata Papa juga sudah tidak mengenakan celana dalam. Pepatah mengatakan, ayah dan anak sama saja. Kurasa pepatah itu benar. Kontolnya langsung melompat keluar, berdenyut-denyut dengan bangga. Rasanya hangat sekali saat kontolnya itu menempel di pahaku, beradu dengan kontolku. Perlahan, kontolku yang tadi sempat melemas, kini mulai mengeras lagi. Noda pejuh yang masih melekat pada kontolku menodai paha Papa, namun Papa tampak tak keberatan. Papa memelukku sambil meraba-raba seluruh tubuhku. Tangannya terasa lebar dan kasar, namun aku suka. Bibirnya asyik masyuk mencium-cium wajah dan leherku. Deru napasnya terdengar jelas seperti suara mesin pesawat tempur. Kedua puting Papa yang keras melenting terasa menusuk-nusuk dadaku, membangkitkan putingku. Bibir Papa kemudian beralih ke mulutku, dan kami pun berciuman mesra sekali. Papa tampak agak terkejut melihat betapa terampilnya aku dalam membalas ciumannya. Ketika kujelaskan bahwa aku dulu pernah punya pacar homo, Papa hanya tersenyum mesum saja. Tangannya aktif meremas-remas belahan pantatku, sesekali melebar-lebarkan pantatku agar anusku tertarik. "Hhoohh.. Papa sayang kamu.. Aahh.. Kamu anak Papa yang seksi.. Hhoohh.." desahnya. Papa tiba-tiba menekan badanku ke bawah seraya mengisyaratkan bahwa dia ingin dihisap. Aku tak menolaknya. Aku berjongkok di depan kontolnya tanpa mengeluh. Aroma jantan langsung memancar dari kontol itu. Nampak noda-noda pejuh masih melekat pada kepala kontolnya. Aromanya sangat menusuk, mengingatkanku pada pejuh Papa yang baru saja kutelan tadi. Mm.. Kontol Papa berdenyut-denyut dan mulai mengalirkan precum. Papa nampaknya tak sabar lagi sebab dia mulai menggerak-gerakkan kontolnya menuju mulutku. Begitu mulutku terbuka, kontolnya melesat masuk dan berdiam di sana. Mm.. Rasa pejuh bercampur precum langsung memenuhi setiap sel dari lidahku. Sungguh tak terbayangkan, aku sedang menyedot kontol yang dulu pernah menciptakanku. Jika tak ada kontol itu, aku takkan pernah ada. Oleh karena itu, aku harus melayani kontol Papa sebaik-baiknya sebagai tanda terima kasih, dan lagipula aku memang suka menyedot kontol Papa. Slurp! Slurp! Slurp! Kontol itu terasa menyesakkan mulutku. Ukurannya jauh lebih besar daripada kontol mantanku. Aku harus pintar-pintar menghisap kontol itu sebab mulutku hampir kram. Lidahku bermain-main sambil mengusap-ngusap kepala kontol itu, menggodanya. Sengaja kujilat-jilat bagian bawah kepala kontolnya karena bagian itulah yang paling sensitif. Kucoba untuk memampatkan mulutku agar hisapanku menguat. Kupaksa kontol Papa untuk memberikanku lebih banyak precum. Mm.. Enak sekali. Slurp! Semakin keras kusedot kontol itu, Papa mengerang semakin keras pula. "Hhoohh.. Hisap kontol Papa.. Aahh.. Ya, begitu.. Jilat terus.. Oohh.. Mulutmu lebih enak daripada mulut Jon.. Aahh.. Layani Papa, anakku.. Oohh.." Papa menjambak rambutku dan memakainya sebagai pengendali kepalaku. Meski agak kesakitan, tapi aku tak keberatan karena Papa melakukannya dengan lembut. "Hhoohh.. Hisap terus.. Aahh.." Kedua tanganku merayap naik. Begitu kutemukan dada Papa, aku langsung meraba-rabanya. Ah, aku rindu sekali menyentuh dada itu, dada Papa yang kucintai. Putingnya mengeras di bawah rabaanku. Ketika kupelintir, papaku mengejang-ngejang sembari mengerang keenakkan. "Hhoohh.. Yyeeaahh.. Mainin puting Papa.. Aahh.. Ayo, nak.. Buat Papa terangsang.. Hhoohh.." Precum Papa mengalir makin banyak, habis kutelan semuanya. "Aarrgghh!!" erang Papa mendadak sambil mendorongku jauh-jauh. Aku terkejut tapi belakangan aku baru menyadari bahwa Papa tadi hampir ngecret dan dia hanya mau agar aku berhenti menyedot kontolnya sebentar. Papa kemudian menghampiriku. Dengan sepasang tangannya yang kuat, Papa mengangkatku dan membaringkanku di atas meja dapur. Kami memang punya sebuah meja dapur yang kokoh tepat di tengah dapur, berfungsi sebagai meja masak dan sekaligus meja makan. Dengan bernafsu, kakiku dikangkangkannya lebar-lebar. Anusku nampak berkedut-kedut menyapa papaku. Papa hanya tersenyum padaku seraya berkomentar nakal. "Pantatmu kelihatan sempit. Pasti enak kalau Papa entoti." Berbekal kondom yang tersimpan di celana pendeknya, Papa mempersenjatai kontolnya. Kemudian, tanpa bicara lagi, Papa langsung menusukkan kontolnya dalam-dalam. "Aahh.." erangnya, matanya merem-melek. Anusku yang masih sempit, mencekik kontolnya. Namun pelumas yang menempel pada kondom Papa membantu proses penetrasi sehingga kontol Papa dapat masuk seluruhnya. Blleess.. Namun Papa tak mau buang-buang waktu, dia langsung menggenjot pantatku. "Aarrgghh.. Sakit, Pa.. Hhoohh.. Uugghh.." rintihku. Kontol Papa memang besar sekali hingga anusku serasa sobek. Air mataku mengalir keluar, tak tahan menahan sakit. Duburku serasa terbakar dan berdarah. Namun Papa berusaha menenangkanku. "Hhoohh.. Sakit.. Aahh.." "Aahh.. Tahan saja.. Uugghh.. Demi Papa.. Hhoohh.. Sempit banget.. Aahh.. Kontol Papa dijepit pantatmu.. Aahh.." Kontol Papa memang terasa sempit di dalam duburku, namun Papa malah semakin menyukainya. Dengan bernafsu sekali, Papa mengentotku. Kepala kontolnya menghajar isi pantatku tanpa ampun. Rasanya setiap organ dalam pantatku sudah dirombak ulang. Ketika kontol itu menemukan prostatku, aku mulai mengerang-ngerang karena nikmat. Prostatku memancarkan rasa nikmat yang mirip orgasme. Aku merasa senang dan tak merasa sakit lagi. Berkali-kali prostatku ditumbuk, lagi, lagi, dan lagi. "Oohh.. Pa, enak banget.. Aahh.. Fuck me.. Oohh.. entoti anakmu, Pa.. Aahh.. Aku butuh kontol Papa.. Aarrgghh.. Ayo, Pa.. Ngentot terus.. Aahh.." Aku mengerang-ngerang seperti pria murahan, namun aku suka melayani Papa. Papa tahu kebutuhanku, maka dari itu dia menggenggam kontolku dan langsung mengocok-ngocoknya. Dari deru napas kami, kami akan segera ngecret. "Aarrgghh.. Pa, aku mau.. Aahh.. Kkeluar.." erangku. Aku sungguh tak kuat lagi. Prostatku dihajar terus-menerus oleh kontol Papa sementara kontolku dikocok terus oleh tangan Papa. Orgasmeku sungguh tak dapat dicegah. Seiring dnegan membanjirnya precumku, aku ngecret! Kontolku berdenyut-denyut dengan ganas, menyemburkan lahar putih ke mana-mana. Semburannya begitu kuatnya sehingga mengenai dada Papa. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! "Oohh.. Semprotkan pejuhmu.. Oohh.. Yyeeaahh.. Biar Papa lihat.. Hhoohh.." Papa menyemangatiku sambil terus menyodok-nyodok pantatku. Tapi rupanya orgasmeku justru memicu orgasmenya sebab bibir anusku berkontraksi hebat ketika orgasmeku terjadi. Papa menggeram seperti banteng, perutnya berkontraksi. Seiring dengan erangan panjangnya, kontol Papa mulai mengisi pantatku dengan spermanya. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! "Hhoohh!! Hhoosshh!! Aahh!!" lenguhnya. Setiap kali kontolnya menembakkan sperma, tubuhnya akan terguncang. Dada gempalnya ikut terguncang-guncang, seksi sekali. Ccrroott!! Sebagian sperma meleleh keluar dari pantatku. Lalu Papa memeluk tubuhku saat semuanya telah usai. Dia membisikkan bahwa betapa dia mencintai dan menyayangiku. Kubalas dengan sebuah ciuman mesra di pipinya. "Aku sayang Papa," bisikku.

Sepanjang aku dapat mengingat, sejak kecil aku sudah hidup dengan papaku. Aku tak pernah merasa kehilangan seorang mama karena papaku dapat memastikan bahwa semua kebutuhanku, baik jasmani maupun rohani, tercukupi. Kini saya sudah berusia 20 tahun. Kata teman-teman kuliahku, saya lumayan cakep. Tapi tak ada yang tahu bahwa saya gay. Saya haus akan kasih sayang seorang pria. Saya tak tahu mengapa saya bisa tumbuh menjadi seorang gay, mungkin karena dulu saya terlalu dekat dengan papaku. Entahlah, tapi yang pasti, sejak masa puber, aku sering memikirkan papaku. Seringkali, aku sengaja menunggunya mandi hanya untuk dapat menyaksikannya keluar sambil bertelanjang dada. Papaku memang bukan model ataupun atlit, dia hanyalah seorang pria biasa. Usianya kini hampir mencapai 50 tahun. Karena sering bepergian keluar, kulit tangan dan wajahnya gelap. Namun dada, perut, dan punggungnya putih bersih. Dada papaku lebar dan berisi, sedikit berlemak, namun tetap nampak seksi. Perutnya tidak buncit tapi jelas terlihat berlemak. Papaku memang tidak memiliki tubuh seksi ala bintang porno homoseksual, tapi aku sangat menyukainya. Papa tak pernah tahu bahwa anak satu-satunya adalah seorang homoseksual. Dia tak pernah mengacak-ngacak kamarku, maka dari itu semua barang-barang pornoku yang berbau homo aman. Di bawah ranjangku tergeletak bertumpuk-tumpuk majalah homo yang sering kupakai pada saat aku ingin bermasturbasi. Komputer di kamarku juga sarat dengan foto-foto pria macho. Tapi meskipun aku merasa bebas menjadi gay, walaupun hanya di dalam kamarku saja, aku merasa kesepian. Aku rindu akan belaian lembut papaku. Anehnya, aku kurang tertarik dengan pemuda seusiaku. Aku lebih suka pria-pria dewasa seusia Papa. Dulu saya pernah punya pacar yang seusia denganku namun kami sudah putus karena saya tidak merasakan gairah apa-apa dengannya. Aku memang sudah bukan perjaka lagi sebab mantanku sudah pernah mengentot pantatku. Namun, aku belum pernah dientoti oleh papaku dan aku amat sangat ingin merasakannya. Tapi bagaimana caranya? Suatu malam, aku terbangun karena mendengar desahan dan erangan dari kamar papaku. Kamar kami memang bersebelahan sehingga aku dapat mendengar dengan jelas suara-suara tadi. Kutempelkan telingaku pada dinding dan kudengar erangan papaku. Mulanya kukira papaku sedang kesakitan, namun setelah kudengar baik-baik, ternyata dia sedang berhubungan seks! Penasaran, aku berjinjit keluar dan mengintip dari lubang kunci. Benar dugaanku. Papaku membawa pulang seseorang, tapi aku tak dapat melihatnya. Dari lubang kunci itu, aku hanya bisa melihat tubuh papaku. Papaku sedang berdiri sambil mengentot seseorang. Kubayangkan orang yang sedang bersama papaku itu pastilah seorang pelacur wanita murahan yang dipungutnya dari jalan. Dan mereka sedang asyik bercinta! Tapi aku merasa aneh sebab aku tak mendengar suara erangan wanita. Yang kudengar hanyalah suara desahan pria. Desahan nikmat papaku. Mungkinkah pelacur itu bisu? Tak peduli siapa pun dia, aku sangat cemburu pada pelacur itu sebab aku menginginkan papaku yang bercinta denganku. Hanya denganku saja! Tiba-tiba papaku mengerang hebat. Tubuhnya kemudian berkelojotan. Semuanya terjadi dengan begitu cepat, namun aku masih sempat melihat papaku ngecret di dalam kondom. Kondom bening yang tadinya melapisi kontol ayahku, langsung terisi cairan kental putih. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku berhasil mengintip kontol papaku. Lumayan panjang dan gemuk. Aku buru-buru kembali ke kamarku dengan kontol yang ngaceng. Jam dinding menunjukkan hampir jam 1 pagi saat kudengar suara pintu depan terbuka dan tertutup. Pelacur itu rupanya sudah pergi. Diam-diam, aku berjalan keluar kamar. Aku hanya mengenakan celana pendek usang tanpa celana dalam sehingga tonjolan kontolku terlihat sangat menantang. Udara malam membuat kedua puting dadaku melancip. Kucari papaku namun dia tak ada di mana-mana. Kamarnya juga kosong. Kuduga papaku pasti sedang mengantar wanita pelacur itu pulang. Kesempatan, pikirku. Aku langsung memeriksa kamar papaku. Mataku memeriksa setiap sudut kamarnya dengan teliti, namun barang yang kucari tak ada. Aku hanya menemukan celana dalam papaku yang masih basah belepotan precum. Kuambil saja celana dalam itu sambil bergegas menuju dapur. Semua sampah di rumah kami pasti dibuang ke dalam tong sampah yang letaknya di dapur. Mataku bersinar-sinar saat kutemukan barang yang kucari. Kondom papaku! Sayang, sebagian spermanya sudah tumpah keluar, namun kondom itu masih mengandung sedikit sperma papaku. Untung saja tong sampah itu sudah dikosongkan dan hanya diisi dengan sampah kertas hingga aku tak perlu dipusingkan dengan bau sampah. Segera kuambil kondom itu. Hhmm.. Aroma pejuh yang tajam masuk ke dalam hidungku dan naik ke dalam otakku. Kontolku ngaceng berat dan mulai mengeluarkan precum. Berdiri di depan tong sampah, aku mulai bermasturbasi. Celana pendekku kutanggalkan dan kulempar ke pojok. Kontolku langsung kumainkan. "Hhoohh.. Aahh.. Hhoosshh.." desahku keenakkan. Celana dalam papaku kucium-cium. Aroma kelaki-lakiannya menusuk hidungku. Jelas tercium bau pesing dari noda kencingnya dan juga bau pejuh dari noda precumnya. Kudekatkan bagian yang ternoda oleh precum papaku dan kujilati bagian itu. Samar-samar, kurasakan rasa asin precum papaku. Mm.. Lezat sekali. Semakin kujilat, aku menjadi semakin bersemangat. Seperti anjing, aku mengais-ngais sisa noda precum tersebut dengan lidahku sampai aku puas. Kontolku sendiri sudah mengalirkan precum hingga menetes ke lantai. Kocokan tanganku kupercepat agar aku dapat segera ejakulasi. Kurasakan spermaku mendesak-desak ingin keluar dari lubang kontolku. Namun ketika hal itu akan terjadi, aku sengaja berhenti mencoli dan kupaksa libidoku untuk turun kembali. Aku tak mau ngecret duluan sebelum aku menikmati hidangan utama. Sperma papaku! Kondom papaku nampak indah sekali, berkilauan di bawah sinar lampu. Isinya nampak keputihan, setengah penuh dengan sperma papaku. Dengan mendongakkan kepala, kuangkat kondom itu. Pelan-pelan kumiringkan tanganku agar isi dari kondom itu mengalir keluar dan jatuh tepat di atas mulutku yang terbuka lebar. Kontolku yang tadi sudah agak melemas, kini bangun kembali. Oohh.. Kenikmatan yang kurasakan sangat berbeda dibandingkan sesi-sesi masturbasiku. Biasanya, aku hanya menggunakan foto dan video porno serta imajinasiku. Namun sekarang di tanganku tergenggam kondom papaku. Jelas aku lebih terangsang. Bagaikan adegan lambat, kulihat sperma papaku menetes keluar dari kondom itu. Saat tetesan pertama itu menyentuh lidah, aku langung terhenyak oleh rasanya. Sebelumnya, aku belum pernah meminum sperma, baik itu spermaku sendiri maupun sperma mantanku. Maka dari itu, aku agak terkejut saat merasakan betapa nikmatnya rasa sperma. Rasa yang paling menonjol adalah asin kepahitan. Dan saat cairan itu menyentuh lidahku, aku merasa lidahku kesat licin. Pasti itu dikarenakan oleh kandungan basa yang terkandung dalam semua sperma laki-laki. Oleh karena itu, sperma terasa kesat licin jika dimainkan dengan jari. Mm.. Tetesan kedua membuatku semakin gila dengan nafsu. Aku menjadi ketagihan. Kutuang saja langsung semuanya. Tetes demi tetes masuk ke dalam mulutku. Kutelan semuanya tanpa sisa. Mm.. Enaknya. Aku semakin mempercepat kocokanku sambil membayangkan betapa asyiknya jika papaku sedang menyodomiku. Terbayang di hadapanku, rupa papaku saat dia sedang bertelanjang bulat. Oohh.. Rasa sperma papaku masih tersisa di mulutku. Kucoba mengingat kembali adegan tadi saat aku baru pertama kali mencicipi sperma papaku. Oh, semuanya sungguh merangsang kontolku. Birahiku bergejolak, tak terkendalikan lagi. Aku mau ngecret! Aku mengerang saat kontolku tiba-tiba melepaskan tembakan sperma. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Berkali-kali, pejuhku tersemprot keluar hingga menodai lantai. Aku terus mengerang sambil sibuk meremas kontolku. Aku sangat menyukai melihat spermaku saat menyemprot keluar. Sungguh pemandangan yang indah. Aku mendesah saat berhasil memeras tetes pejuh yang terakhir. "Apa yang kamu lakukan?" sebuah suara mengejutkanku. Bagai tersambar petir, aku hanya bisa berdiri tertegun dengan mata melotot kaget. Di depanku telah berdiri papaku! Rupanya tadi Papa tidak keluar rumah sebab dia kini berdiri di depanku dengan hanya mengenakan celana pendek saja. Dadanya telanjang, terekspos untuk kenikmatan mataku. "Pp.. Paappa.." ucapku terbata-bata. Aku merasa malu sekali, ingin rasanya bumi menelanku saja. Bayangkan saja. Aku berdiri bertelanjang bulat dengan kontol ngaceng. Dan aku tertangkap sedang menelan sperma papaku sendiri yang kucuri dari kondom bekasnya. Belum lagi, Papa pasti tadi sempat menyaksikan sesi masturbasiku. Sekujur tubuhku gemetaran, salah tingkah, malu bercampur takut. Apalagi di bawah kakiku masih teronggok celana dalam papaku. Papaku bukan orang bodoh. Dia pasti mengetahui bahwa putra satu-satunya ternyata seorang homoseks. Kontolku yang tadi ngaceng langsung menciut. Tetesan precum nampak masih menggantung di kepala kontolku.

Di wilayah barat, terdapat satu nama yang banyak ditakuti orang. Dick Fucker namanya. Tak ada seorang pun yang mengetahui siapa nama aslinya. Nama Dick Fucker hanya nama julukan yang disandangnya akibat popularitasnya sebagai pemerkosa homsoeksual. Dick diambil dari kata slang untuk kontol, sedangkan fucker bearti tukang ngetot. Jika di-Indonesiakan, namanya berarti Kontol Tukang Ngentot! Pada zaman 'Wild Wild West', homoseksualitas tergolong tidak lazim. Walaupun mungkin di antara sesama koboi, terutama di peternakan, homoseksualitas terselubung sering terjadi. Dick Fucker sebenarnya sangat tampan. Umurnya sekitar 30-an. Matanya biru, sebiru lautan. Dan rambutnya pirang seperti emas. Dia selalu memakai kemeja koboinya tanpa kancing. Sengaja dia mempertontonkan dada bidangnya, menghipnotis semua orang. Hobinya adalah menculik para pria dan mengentotin mereka. Dick Fucker berhasil menciptakan kekacauan di wilayah itu. Semua pria merasa tak aman sebab Dick Fucker bisa saja sedang mengintai mereka. Sherif pun angkat tangan. Bahkan dia sendiri sudah pernah disodomi sebanyak 5kali oleh Dick Fucker sebagai peringatan. Ketika harapan mereka hampir mati, tiba-tiba datang seorang pemuda tampan bernama Sebastian Hart. Rencana Sebastian sangat mudah. Dengan ketampanannya, dia akan memancing Dick Fucker. Saat Dick muncul, dia akan bergumul dengannya dan menundukkan si pemerkosa itu. Sebastian bukannya sombong, tapi dia memang tampan sekali. Dengan umurnya yang masih 20-an dan rambut coklat pendek yang seksi, Sebastian pasti sanggup menjerat Dick. Maka rencana pun dijalankan. Sengaja, kedatangan Sebastian disebarkan secara berlebihan dengan harapan Dick Fucker juga mendengarnya. Dia memang mendengarnya sebab malam itu, Dick mengintai motel tempat Sebastian menginap. Dengan hati-hati, Dick memata-matai Sebastian, tak ingin mangsanya lolos. Semua pria di kota kecil itu sudah pernah disodomi olehnya. Dick menginginkan pantat Sebastian sebab Sebastian masih perjaka. Dasar bejat! Di dalam kamarnya, Sebastian sedang asyik berbaring telanjang bulat. Kontolnya ngaceng berat dan basah sekali. Matanya terpejam rapat-rapat saat pelan-pelan dia mengocok kontolnya. Kulupnya bergerak naik-turun, menstimulasi kepala kontolnya. Pelan namun pasti, pejuh Sebastian sedang terpompa ke atas. Sementara itu Dick, dengan keahliannya, mencongkel jendela dan mulai bergerak masuk. Sebenarnya Sebastian mengetahuinya, namun dia berpura-pura tidak sadar dan terus asyik mencoli kontolnya. "Aaa.. Ooohh.. Aaahh.. Ooohh.." Dengan penuh perasaan, Sebastian mengocok kontolnya naik-turun. Dick mendekati pria itu hati-hati sekali dan berjongkok di depannya. Dengan mata penuh nafsu, dia menyaksikan bagaimana Sebastian memasturbasi kontolnya. ".. Ooohh.. Aaahh.." Sebastian terus mengerang. Tiba-tiba, Sebastian mempercepat gerakan colinya. Tangannya bergerak naik-turun, naik-turun, cepat sekali. "AAHH.. OOHH.. AAHH.." Erangannya pun mengeras. Dick sengaja berjongkok lebih dekat lagi agar dia bisa mencium aroma precum Sebastian. "AARRGGHH!!" Dan Sebastian pun ngecret. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Pejuhnya menyembur keluar bagaikan lava gunung api. Sebagian mendarat di tubuh Sebastian sendiri, sementara yang lain mengenai wajah Dick. "AARRGGHH!! OOHH!! AARRGGHH!!" Begitu erang Sebastian sambil mengejang-ngejang. ".. Aaahh.." desahnya. Ketika dia melihat Dick yang sudah bertelanjang bulat di hadapannya, Sebastian berpura-pura takut. "Siapa kau? Mau apa kau?" Sengaja, dia tidak menutupi kontolnya agar Dick makin bernafsu padanya. Dick mengusap-ngusap pejuh Sebastian di mukanya seraya berkata, "Nama gue Dick Fucker, si pemerkosa homoseksual yang terkenal itu. Dan loe adalah korban gue berikutnya. Dari sumber yang terpercaya, gue denger kalau loe masih perjaka. Gue akan mengentotin pantat loe." Dengan nafsu yang meledak-ledak, Dick menerjang Sebastian. Namun pemuda itu mengelak saat Dick mendarat di ranjang. Pada saat itulah Sebastian menimpa tubuh Dick. Dengan cekatan, Sebastian memborgol kedua tangan Dick pada tiang tempat tidur. Berikutnya, kedua kaki Dick juga diborgol. Dick kaget dan ketakutan setengah mati. Bagaimana mungkin dia bisa tertangkap oleh pemuda ingusan macam Sebastian Hart? "Tertangkap kau, akhirnya. Sekarang kamu harus membayar atas semua kejahatanmu. Darah dibalas dengan darah. Tapi dalam hal ini, pejuh dibalas pejuh!" Sebastian bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke arah pintu. Ketika pintu dibuka, ternyata sudah banyak pria yang menunggu di sana. Mereka semua telah telanjang bulat dengan kontol ngaceng. Dan mereka semua adalah korban nafsu bejat Dick Fucker. "Kau lihat mereka? Mereka adalah korban-korbanmu, dan mereka ingin membalas dendam." Dick mulai panik dan berteriak-terak. "TIDAK! TIDAK! Kalian enggak bisa berbuat begini pada gue! TIDAK! Gue enggak mau dingentotin! TOLONG! TIDAK!" Tapi tentu saja, tidak ada seorangpun yang mengindahkannya. Semua ingin melihat Dick membayar hasil kejahatannya dengan keperjakaannya sendiri! "AMPUN! Jangan ngentot gue. Ampun!" Berhubung seluruh penduduk pria di kota kecil itu pernah dingentotin Dick, jumlah mereka besar sekali. Tepatnya ada 213 pria, tua dan muda, jelek dan ganteng, pendek dan tinggi, kurus dan kekar. Semua pria di kota itu tidak ada yang lolos dari kontol Dick. Dan kini mereka akan mengajarkan pelajaran berat pada Dick. Untuk gelombang pertama, sepuluh pria diperbolehkan masuk ke dalam kamar sementara yang lain harus mengantri di luar. Mereka berkumpul mengelilingi ranjang di mana Dick terikat sambil mengocok-ngocok kontol mereka. "Berhubung saya yang telah menangkap Dick Fucker, sayalah yang berhak mengentot penjahat ini dulu. Kalian besabarlah dan tunggu. Selama saya mengentotin dia, kalian boleh melakukan apa saja padanya," kata Sebastian sementara dia sibuk memposisikan badannya di atas tubuh Dick yang tertelungkup itu. Dick masih saja menjerit-jerit histeris sambil berusaha untuk menjatuhkan tubuh Sebastian namun dia tak berdaya melawan. "Bersiaplah, Dick, sebab kamu akan kehilangan keperjakaanmu di tanganku," kata Sebastian, penuh dengan kemenangan. Sebastian menempatkan dirinya berbaring di atas tubuh Dick dengan kontol menghadap pantat Dick. Begitu kontol Sebastian memaksa masuk, Dick pun menjerit-jerit kesetanan. "AARRGGHH!! AARRGGHh!! SAKIT! HENTIKAN! AARRGGHH!!" Tapi Sebastian tidak memberi kesempatan untuk Dick; dia terus memaksa kontolnya masuk. "ARARGGHH!!" Dick menjerit kesakitan saat lubang anusnya terbuka paksa dan menelan kontol Sebastian dengan suara PLOP! "AARRGGHH!!" teriaknya lagi. Keringat dingin bercucuran di wajahnya. Dick sungguh merasa sangat malu dan terhina, apalagi dia diperkosa di depan orang banyak. Sungguh pengalaman yang sangat memalukan. "AARRGGH!!" erangnya saat Sebastian mulai menggenjot pantatnya. ".. Hhhooh.. Aaahh.. Ketat banget.. Aaahh.. Pantat Dick enak banget.. Aahahh.. Gue ngentotin pantat pemerkosa.. Ooohh.. Yyyaahh.. Aaahh.." Sebastian menengadahkan kepalanya sambil terus menggenjot Dick. Sementara itu 10 pria yang mengelilingi mereka menelan ludah mereka, ingin merasakan hal yang sama. Salah satu dari mereka maju dan mulai mengocok kontolnya di depan mulut Dick. Sepertinya dia ingin minta Dick untuk menyepong kontolnya. ".. Hhhoohh.. Dick, hisap kontolnya.. Aaahh.. kalau tidak.. Aaahh.. Kontolmu akan kupotong.. Aaahh.. Cepat! Sepong gila!" perintah Sebastian, terus menggenjot. Dick merasa tidak punya pilihan, maka dia pun membuka mulutnya. Pria itu langsung menyodokkan kontolnya dan memakai mulut Dick sebagai anus. ".. Aaahhah.. Ooohh.. Aaahh.." erangnya, semangat sekali. Sedangkan Dick hanya mampu bersuara, "MMPHH! MMPPHH! MMPPHH!" Harus diakuinya bahwa kontol pria itu memang enak, apalagi ditambah precum, namun Dick sedang dipermalukan. ".. Ooohh.. Aaahh.. Enak banget.. Aaahh.. Kayak ngentot beneran aja.." Pria itu terus mengerang keenakkan, membuat 9 pria lainnya iri hati. Mereka pun mendekat dan mulai meraba-raba tubuh Dick. Sebagian dari mereka rupanya memang homoseksual benaran, sebab mereka malah saling meraba dan berciuman menyaksikan adegan perkosaan di depan mereka. ".. Aaahh.." Susanaa makin memanas. Sebastian mulai bernapas tak beraturan, napasnya membasahi punggung Dick. Kontol Dick ternyata makin mengencang dan terperangkap di antara ranjang dan tubuhnya. Sodokan kontol Sebastian begitu keras sampai mengocok kotol Dick. Mau tak mau Dick mengerang keenakan dicoliin seperti begitu. "MMPPHH.. MMPPHH.." Ingat, mulut Dick masih disodok-sodok kontol! Kamar itu mulai terasa panas dan berbau keringat serta pejuh. Kesembilan pria tadi sudah saling meraba dan malah saling ngentot. Ada yang asyik ber-69, ada yang asyik menjilat-jilat, ada yang berciuman, pokoknya kamar itu penuh dengan adegan bejat dan mesum. Erangan-erangan erotis pun terdengar ke mana-mana. Sungguh-sungguh erotis dan merangsang kontol! Tiba-tiba ekspresi wajah Sebastian mulai berubah. Matanya seakan ingin melotot keluar dan bibirnya bergetar. Keringat bercucuran dari wajahnya dan Sebastian nampak meringis keskaitan. Rupanya kontolnya sudah tidak tahan lagi dan ingin ngecret. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCROOTT!! "AARRGGHH!!" teriaknya, menghentak-hentakkan pinggulnya makin keras. "AARGGH!! AARRGGHH!! AARRGGHH!!" CCROOTT!! CCRROOTT!! Untuk pertama kalinya, lubang anus Dick dibanjiri pejuh dari kontol pria lain. Dengan perasaan malu, Dick menerima pejuh itu. Lubang anus Dick masih terasa terbakar namun pejuh Sebastian yang hangat terasa sangat menyejukkan. ".. Aaahh.." Sebastian jatuh terguling ke samping dan bernapas terengah-engah. Begitu melihat pantat Dick kosong, salah seorang pria buru-buru menaiki badan Dick. Yang lain tentu saja protes namun pria itu sudah telanjur menghujamkan kontolnya ke dalam anus Dick yang belepotan air mani Sebastian. "AARRGGHH!!" Dick berteriak-teriak kesakitan, badannya memberontak. Namun Dick tetap tidak bisa menumbangkan pria itu. Pantat Dick kembali menjadi sasaran nafsu bejat pria lain. Air mata mulai mengalir dari matanya. Dick bukannya cengeng lalu menangis. Juga bukan karena rasa sakit lalu dia menangis. Tapi Dick menangis karena dia merasa harga dirinya runtuh. Bayangkan saja. Reputasinya sebagai tukang ngentot kini musnah. Pantatnya sudah tidak perjaka lagi, dan masih ada 212 pria di luar sana yang sedang menunggu untuk mengentotinnya. Dick mulai melemas, dia tahu dia tak bisa mengelak. Dia harus membayar kesalahannya. Sementara itu pria yang sedang mengentot mulut Dick mulai kelojotan. Dan. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Pejuh membanjiri mulut Dick. Belum pernah sekalipun dia meminum pejuh. Biasanya dialah yang memaksa pria lain untuk meminum pejuhnya. Namun kini roda telah berbalik. Dengan penuh rasa malu, Dick menelan pejuh pria itu. Dia benci mengakui bahwa rasa pejuh itu lezat sekali. Namun dia tak keberatan untuk meminum pejuh lagi. "AARRGGHH!! AARRGGHH!! Aaa.." Pria itu pun melemas dan terjatuh ke lantai. Buru-buru, pria lain menggantikan posisinya. Kembali Dick mendapat sebatang kontol lagi. Dan kali ini, dia mulai menyedot kontol itu dengan penuh penghayatan. Dick mulai berpikir bahwa tidak ada salahnya menghisap kontol. Namun sodokan kontol dari pria yang tadi menggantikan posisi Sebastian terasa makin meyiksa. Sodokannya keras sekali sampai kontol Dick terdorong keras ke kasur. Dorongan-dorongan itu semakin berirama dan mencoli kontol Dick. Dick mulai bernapas terengah-engah lewat hidungnya. Dia tahu bahwa dia akan ngecret. Dan betul dugaannya, kontolnya langsung mengecretkan pejuh. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Pejuhnya banyak sekali dan membasahi kasur. "AARRGGHH!! AARRGGHH!! ARRGGHH!!" erang Dick, terpaksa berhenti menghisap kontol selama beberapa saat. Tubuhnya yang kekar mengejang-ngejang namun tidak menggangu cowok yang sedang mengentotin pantatnya. Sebastian bangkit dan lebih memilih untuk duduk di sudut ruangan, memandangi para pria itu mengerjain Dick habis-habisan. Pelan-pelan, kontol Sebastian mulai bangkit. Namun sebastian hanya duduk di situ dan menikmati Dick diperkosa ramai-ramai. Erangan-erangan mulai keluar dari mulut pria yang menyodomi Dick dan spermanya pun tumpah ruah. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRCROOTT!! "AARRGGHH..!!" erangnya, mengejang-ngejang. Begitu pria itu selesai membanjiri pantat Dick, pria lain mengambil tempatnya dan segera menyodomi Dick. Berhubung semua pria di kamar itu sudah sangat terangsang, mudah bagi mereka untuk ngecret. Hampir 15 menit berlalu, dan akhirnya semua pria di kamar itu sudah ngecret semua dan kebagian giliran menyodomi Dick. Pantat Dick kini sudah longgar dan banjir pejuh. Sampai-sampai banyak pejuh yang mengalir keluar dari lubangnya yang menganga. Ranjang tempat Dick diikat praktis basah dengan sperma seolah-olah Dick ngompol pejuh. 10 pria itu pun meninggalkan kamar dngan perasaan puas sekali, sementara 10 pria lain masuk ke dalam kamar dan memulai pembalasan dendam mereka. Dick hanya bisa menjerit-jerit saat lubang anusnya kembali dingentotin. "AARRGGHH!! UUGGHH!! AARRGGHH!!" Pejuh terus-menerus disemprotkan. Kontol-kontol datang dan pergi. CCROTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Dick sudah tidak dapat menghitung sudah berapa banyak pria yang mengerjain lubang anusnya. Tapi tepat pada saat matahari terbit, pria terakhir pergi dengan senyuman puas. Kondisi Dick sangat memprihatinkan, Lubang anusnya benar-benar kaku dan tak dapat ditutp lagi. Bagaikan lubang, anus itu penuhd engan pejuh. Bau busuk pejuh sangat emnyengat di ruangan itu, ebrhubung pejuh membanjir di mana. Dick sendiri sudah basah dengan pejuh, ebgitu pula ranjangnya yang sudah basah. Dick sudah tidak dapat berkata apa-apa lagi. Kepalanya serasa ingin pecah. Kontolnya sendiri berkedut-kedut kesakitan, capek sekali berhubung telah ngecret puluhanan kali. Dalam ahti, Dick bersumpah bahwa di atakakn pernah negentot lagi. Tapi tentus aja belakaangan dia akan melanggarnya. Pria mana yang bisa tahan puasa seks selamanya:) Sebastian melepaskan borgol yang membelenggu Dick dan berdiri di depannya. Namun Dick tak sanggup mengangkat kepalanya, terlalu letih. "Dick, kamu sudah tidak diterima di kota ini lagi. Sebaiknya kamu pergi. Saya takut penduduk di sini akan mengerjaimu lebih parah lagi." Sebastian mengelus-ngelus rambut Dick yang basah. Dick tidak berkata apa-apa. Dia tahu bahwa dia memang harus pegi dari kota itu selamanya. Maka siang harinya, Dick pun pergi meninggalkan kota itu untuk selamanya-lamanya. Sejak saat itu, tak ada seorang pun yang pernah mendengar kabar tentang Dick Fucker. Namun Dick meninggalkan pengaruhnya di kota kecil itu. 90% penduduk prianya adalah homoseksual, berkat diperkosa Dick! Sementara itu, Sebastian juga memutuskan untuk pergi. Tak ada yang tahu ke mana dia pergi. Namun mereka yakin, bahwa suatu hari Sebastian akan datang kembali.

Sebenarnya tidak pernah terjadi apa-apa bila saja aku tidak mempunyai urusan dengan Kolonel Amri, seorang anggota militer yang bertugas di kota tempatku bekerja. Masalahnya adalah secara tidak sengaja mobilku menyenggol bamper belakang mobil Escudonya. Setengah mati rasa takutku, ketika seorang laki-laki kekar dengan pakaian militernya keluar dari mobilnya. Aku pun keluar dari mobil dan langsung meminta maaf, karena aku benar-benar bersalah. "Maaf Pak, saya benar-benar tidak sengaja," kataku. "Saya akui saya salah.." "Kenapa Mas bisa teledor.." katanya dengan nada keras, tapi kemudian dia tersenyum ketika melihat wajahku yang merasa bersalah. "Saya memang sedang kurang konsentrasi, Pak." kataku kemudian, sambil terus kuperhatikan kerusakan mobil miliknya. "Tapi baiklah, saya akan menanggung semua perbaikan mobil Bapak." "Kenapa kurang konsentrasi dalam berkendaraan?" Pertanyaan yang membuatku gugup dan terkejut. Aku merasa dia mengetahui apa yang sedang kupikirkan pada saat mengendarai mobil tadi. Terus terang saja aku tadi sedang memikirkan suatu masalah besar, masalah yang menyangkut pribadiku. Pikiranku kacau dan kalut semenjak aku dipindah kerja ke kota lain, kota yang jauh sekali dari harapanku. "Kenapa Mas?" "Oh tidak Pak," kataku sambil diam sejenak. "Terus terang saya sedang ada masalah Pak. Saya baru beberapa minggu tinggal di kota ini. Saya kesal dan kecewa di kota ini. Saya tidak punya terman untuk bercerita." Orang itu hanya memandangku heran. Aku bisa mengerti keheranannya. "Maksud saya.. saya punya masalah yang sangat pribadi, dimana saya tidak bisa bercerita padasembarang orang." kataku kemudian. "Oh ya Pak, di mana kita bisa perbaiki mobil Bapak?" Tapi rupanya dia tidak lagi tertarik dengan perbaikan mobilnya. Sehingga dia tetap mendesakku untuk menceritakan masalah yang kuhadapi saat ini. Aku pun tidak mengerti kenapa dia tertarik dengan masalahku. "Baiklah Pak, saya akan bicara.." kataku kemudian, sambil kuajak dia ke rumahku yang tak jauh dari tempat kejadian. Dan aku tinggal sendiri di rumah itu. Aku pun baru tahu kenapa dia tertarik dengan masalahku. Dia pun pernah mengalami hal yang sama seperti diriku. Dia pernah mempunyai masalah berat dan sulit yang mengacaukan kehidupannya. Rupanya dia empati dengan diriku. Mulailah kami berkenalan. Rupanya dia seorang Kolonel, seorang anggota militer, Kolonel Amri namanya. Seperti penampilan anggota militer umumnya, dia memiliki tubuh yang kekar, tegap dan gagah. Wajahnya menurutku sangat ganteng dengan kumis melintang dan rapih di bawah hidung dan berewok yang juga tercukur rapi. Penampilannya begitu sempurna, aku yakin pasti banyak wanita yang tergila-gila padanya. Aku sendiri kagum dan senang melihatnya. "Saya tadi benar-benar bodoh dan teledor," kataku pada Kolonel Amri. "Entah kenapa saya tadi seperti tidak melihat mobil Bapak di depan mobil saya." "Ya.. karena kamu melamun," katanya. "Apa masalahmu, Di? Sehingga kamu benar-benar dalam keadaan seperti itu." Aku diam sejenak, menimbang-nimbang apakah aku akan menceritakan masalahku padanya. Rupanya Kolonel Amri tahu itu. "Sudahlah.. ceritakan saja." katanya mendesak diriku, "Kamu juga sudah kenal saya, walau baru sebentar." "Saya sedang dalam kesulitan, di kota ini saya tidak punya teman pribadi." akhirnya kumulai ceritaku. "Saya baru saja pindah ke kota ini, dan saya kehilangan seseorang yang baik dalam hidup saya. Dia jauh di seberang lautan. Seorang teman yang mengerti segalanya, seorang sahabat dan juga seorang saudara saya, bahkan kami seperti sepasang kekasih. Dia begitu baik pada saya, dia mencintai dan menyayangi saya. Dan saat ini saya benar-benar rindu ingin bertemu.." Kolonel Amri hanya tersenyum. "Saya tahu mungkin Bapak menertawai saya." "Bukan, saya hanya tidak habis pikir, apakah di kota ini tidak ada wanita seperti dia bahkan lebih baik dan cantik lagi." Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. "Sahabat saya bukan seorang wanita," kataku kemudian dengan nada pelan. Sekali lagi Kolonel Amri diam, memandang tanpa berkata apa-apa. "Saya senang dengan sesama jenis, Pak." kataku kemudian. Kolonel Amri hanya mengernyitkan keningnya dan terlihat begitu terheran-heran. "Saya sedang dalam keadaan nafsu yang tinggi sekali. Saya ingin berhubungan dengan teman saya. Tadi pagi sudah saya keluarkan dengan cara onani dua kali, dengan harapan bisa meredakan ketegangan yang saat ini sedang saya alami." Kolonel Amri diam mendengarkan ceritaku, sambil meminum air es yang sudah kusediakan tadi. "Bagaimana mungkin itu bisa terjadi.. maksudku.. wah aku benar-benar tidak mengerti." kata Kolonel Amri. "Bagaimana mungkin kamu yang berpenampilan seperti ini menyenangi sesama jenis? Aku lihat kamu cukup gagah, ramah, jantan.. wah aku benar-benar tidak mengerti. "Itulah yang terjadi pada diri saya," kataku. Aku pun sudah tidak tahan memandang wajah dan penampilan Kolonel Amri. Penampilannya yang gagah membuat jantungku berdetak kencang, kencang sekali. Setiap senyum dan ucapannya begitu gagah. Pikiranku pun menerawang jauh, jauh sekali. Aku membayangkan aroma tubuh Kolonel Amri, Aku bisa merasakan tubuhnya yang kekar, dan mungkin senjatanya yang.. "Saya senang dengan Bapak, kalau boleh saya cium pipi Bapak.." kataku memberanikan diri. Kolonel Amri terkejut, raut wajahnya berubah. "Tidak mungkin," katanya. "Saya tidak seperti itu, dan saya pasti tidak bisa melakukannya." "Tidak pa-pa Pak, Bapak diam saja, biar saya yang melakukannya," kataku makin berani. "Ha ha ha.. apa rasanya?" "Bapak akan tahu nanti.." kukunci pintu rumahku, dan aku pun mulai mendekati Kolonel Amri, dan saat ini sudah duduk di sampingnya. Kolonel Amri tidak bergeser sedikit pun dan hanya diam saja sambil sesekali tersenyum. Melihat reaksinya yang tidak marah, aku pun mencium pipinya yang hijau karena brewoknya dicukur bersih. Benar-benar aku bisa merasakan aroma kejantanannya, seperti yang sudah kuduga. Sambil terus kucium pipinya, tanganku pun mulai membuka satu persatu kancing bajunya yang ketat itu, di balik bajunya ada kaos ketat hijau menyelimuti tubuh kekarnya. Kolonel Amri hanya diam dengan semua yang kulakukan. Sepertinya dia ingin tahu, seperti yang dia katakan tadi. Badannya yang kekar sudah tidak lagi terbungkus selembar benang. Bulu-bulu lembut menutupi sekitar dadanya. Kuciumi sekujur tubuhnya yang menyebarkan aroma kejantanannya itu. Ohh.. nikmat sekali, aku belum pernah merasakan tubuh seorang anggota militer. Nikmat sekali rasanya. Benar-benar seorang laki-laki tulen. Sambil kuciumi tubuhnya, tanganku terus beraksi ke bawah, dengan perlahan kubuka ikat pinggang dan reitsleting celananya. Oh besar sekali, tapi rupanya belum menegang, dia masih tertidur. Dan terus kucoba untuk merangsangnya. Rupanya agak sedikit sulit membangunkan senjata ampuhnya itu. Tapi aku terus melakukan gerilya di seluruh tubuhnya, hingga benar-benar tak ada selembar benang pun. Dan aku pun juga melepas satu persatu pakaianku. Kemudian kuhisap senjatanya yang masih tidur pulas. Besar sekali.. masuk ke dalam mulutku, sambil terus kuhisap daging kenyal itu. Aku mencoba membayangkan besarnya saat bangun nanti. Lama sekali aku mencoba merangsangnya, hingga jari jemariku pun ikut bermain diantara lubangnya, di bawah senjata. Dengan tanganku itu rupanya senjata ampuhnya mulai bergerak mengeras, sehingga membuat tanganku terus masuk ke dalam lubang anusnya. Rupanya dia merasakan rangsangan di daerah tersebut. Kulihat Kolonel Amri mulai mengerang, menikmati jari tanganku yang keluar masuk ke dalam lubangnya. Sejalan dengan itu, senjatanya benar-benar menegang maksimal, hingga mulutku agak kesulitan, dan kemudian kukocok dengan tanganku yang lain. "Ohh.. nikmat sekali Adi.. terus lakukan..aku menikmatinya.. teruss.. Ohh.. nikmat sekali.." Kolonel Amri benar-benar sudah dalam nafsu yang besar. Aku berhasil membangkitkan gairah nafsunya. Dia menikmatinya, ketiga jariku yang masuk ke dalam lubangnya. Dan aku pun terus juga terangsang. Kemudian dengan izinnya kumasukkan burungku ke dalam lubang Kolonel Amri. Dia menyukainya, diamenyenanginya, dia menikmatinya. Terus kugenjot ke depan dan ke belakang. "Ohh.. kamu membuatku gila.. terus masukkan yang dalam.. teruuss.. ohh nikmat sekali.. terus lih keras lagi.. terus masukkan.." Sementara burungku pun sudah tak tahan berada di dalam seangkarnya, keluar masuk. Pantatku maju mundur untuk memberi kepuasan pada Kolonel Amri. Aku pun menikmatinya. "Enak sekali Kolonel.. oh.. oh.. oh.. enak sekali Kolonel.." Tanganku terus mengocok senjata Kolonel Amri yang besar itu. "Aku mau keluar.. ohh.. aku mau keluar.. kocok lebih keras lagi.. masukkan lebih dalamlagi.. aku menikmatinya Adi.. Terus Di.. Ohh.. teruuss.. Ohh.. aku keluar.." Tanganku makin keras mengocok, pantatku makin dalam menembus tubuh Kolonel Amri. Karena aku punbenar-benar sudah tak tahan lagi. "Croot.. croot.. croot.." Banyak sekali lava putih mengalir dari senjata milik Kolonel Amri. Aku pun tak tahan melihat wajah Kolonel Amri yang begitu menikmatinya, aku pun keluar di dalam tubuh Kolonel. Oh, puas sekali yang kurasakan. Tubuhku pun jatuh lemas di atas tubuh Kolonel Amri. Kami berdua lemas, sementara senjataku masih menusuk di dalam tubuh Kolonel. Tangan Kolonel Amri membelai tubuh dan rambutku. "Benar-benar nikmat.. belum pernah aku merasakan yang demikan nikmatnya." katanya dengan nafas masih tersengal-sengal, "Kamu orang pertama yang melakukan ini pada saya." "Terima kasih Kolonel.. saya sangat menikmati tubuh Kolonel. Maafkan saya mebuat Kolonel seperti ini.." "Sudahlah, yang penting saya menikmati juga.." "Kita mandi Kolonel," kataku sambil mencabut senjataku dari tubuh Kolonel Amri. Dia pun meringis kesakitan. Sementara walau pun sudah keluar, senjataku masih tegak berdiri, masih bernafsu memeluk tubuh kekar itu. Kemudian kami pun mandi berdua. Setelah selesai kuberikan handuk besar padanya, dan Kolonel pun melilitkannya ke pinggang hingga menutupi senjatanya yang besar itu, seperti basoka. Kemudian dia duduk lagi di atas bangku panjang sambil terus memperhatikan aku yang sedang mengelap badan dengan handuk yang lain. Tadinya aku tak tahu kalau Kolonel Amri memperhatikanku, kalau saja dia tidak mulai bicara. "Badan kamu juga bagus," katanya, "Gempal dan keras. Kenapa burungmu masih juga tegang.." "Nggak tahu nich.." kataku, "Saya masih nafsu dengan Kolonel." Aku tertawa kecil dan Kolonel Amri hanya tersenyum. "Kamu mau lagi?" tanyanya. Aku terkejut mendengar tawarannya. "Siapa takut," kataku dalam hati. Segera kulempar handukku dan kuhampiri tubuh gagah itu, segera kubuka handuk Kolonel Amri yang menutupi senjatanya. Saat itu pula Kolonel Amri beraksi lebih agresif. Dia juga langsung memeluk dan menghempaskan tubuhku ke lantai. Kali ini dia seperti banteng liar menyambar tubuhku. Dia menciumi seluruh tubuhku, dia juga menghisap burungku, seperti yang kulakukan padanya. Walau tidak terlalu enak hisapannya, karena mungkin belum tahu teknisnya, aku kadang meringis sakit ketika giginya menyentuh daging kenyalku. Kemudian Kolonel Amri sudah mulai menindih tubuhku. Pantatnya yang bulat berisi kuraba terus kuraba, dan dia mulai memainkan dan menggosok-gosok senjatanya beradu dengan senjataku. Kolonel Amri terus bernafsu menyerangku, pantatnya naik turun dengan kerasnya. Dia berusaha memasukkan senjatanya yang besar itu ke lubangku, tapi akhirnya dia mengerti bahwa itu tak mungkin. Aku pun bersyukur, karena tak tahu apa yang terjadi bila senjata besar itu menembus tubuhku. Aku sendiri walau seperti ini, tapi belum pernah dimasuki senjata kejantanan laki-laki. Aku selalu takut sakit. Sehingga senjata besar itu hanya bermain di sela-sela pahaku, terus berayun, terus naik dan turun, terus bergoyang di tubuhku. "Ohh.. aku tak tahan Kolonel.. aku mau keluar.. oohh.. nikmat sekali Kolonel..Terus genjot yang keras Kolonel.. Teruuss.." Mendengar nafasku yang terus bernafsu, Kolonel Amri makin keras lagi menggoyangkan pantatnya naik dan turun. Bibirnya pun mulai mencium bibirku, hal itu tidak mau dilakukan saat yang pertama. Tapi kali ini dia benar-benar beringas. Dia benar-benar Banteng Jantan! "Aku juga menikmatinya, Di.." katanya. Makin keras genjotanya, makin nikmat rasanya. Makin kasar ciumannya makin kunikmati. Permainannya begitu keras dan sedikit kasar khas seorang militer. Tapi aku sangat menikmati, belum pernah kurasakan nikmat seperti ini. Mungkin karena dia seorang militer, sehingga begitu keras dan kasar permainannya. "Ohh.. nikmat sekali.. jantan sekali.." "Saya keluar Kolonel.." "Aku juga.. Ohh.. aku keluar.." "Croot.. croot.. croot.." Banyak sekali sperma yang tumpah dari senjata milik Kolonel Amri dan juga senjataku, walau pun sudah yang kedua kali. Kami tidur di lantai sambil terus berpelukan, sampai tidak tahu bahwa hari sudah mulai gelap. Kami pun terus bersahabat, dan setiap saat melakukan permaianan dahsyat itu. Terima kasih Kolonel.

Siang itu aku bermaksud mengajak sahabatku jalan-jalan, maka kuhampiri ia di rumahnya. Saat kuketuk pintu, ternyata yang membukakan adalah ayahnya, yang selama ini aku kagumi. Ayahnya adalah seorang tentara angkatan darat yang bertugas di Semarang. Karena hari itu Sabtu, kupikir ia sedang off. "Angga ada, Pak?" tanyaku pada ayah Angga, yang kala itu masih mengenakan seragam hijaunya lengkap tanpa sepatu. "Oo, Dik Bondan. Masuk dulu, Dik! Silakan duduk!" katanya ramah mempersilakan aku untuk masuk dan duduk. "Angga dan adiknya serta ibunya sedang ke Semarang. Katanya ada urusan keluarga. Saya juga seharusnya ke sana, tapi berhubung saya lelah, jadi saya urungkan niat saya". "O, gitu ya, Pak!" kataku sedikit kecewa. "Benernya saya mau ngajak Angga jalan-jalan. Maklum, habis ujian". "Memangnya harus sama Angga? Nggak ada teman yang lain?" tanya Pak Sigit, ayah Angga. "Ya mau sama siapa lagi, Pak! Lha wong temen yang paling deket dengan saya juga cuma Angga. Yang lain paling udah punya acara sendiri-sendiri, Pak!" kataku dengan logat Jawa yang cukup kental. "Wah, kebetulan. Gimana kalau sama saya saja. Saya juga lagi males di rumah sendirian" kata Pak Sigit menawarkan. "Tadi sih kirain ada istri saya, jadi bisa 'gituan' setelah seminggu ini ditahan. Ee, malah ternyata istri saya ke Semarang. Ya sudah, saya cuma bisa gigit jari". "O, ya nggak Papa, Pak!" jawabku singkat. "Tunggu ya, Bapak ganti baju dulu!" katanya seraya beranjak pergi. "Oh My God! Aku akan jalan-jalan bareng Pak Sigit. Cuma berdua, lagi. Duh, gimana ya rasanya? Asyik kali, ya?" tanyaku dalam hati. Terus terang, aku memang sangat suka pada ayah sahabatku itu sejak pertama kali aku dikenalkan Angga padanya. Walau Pak Sigit lebih pendek dariku, tapi perawakannya begitu jantan. Tangan dan kakinya tampak berotot, sementara bekas cukuran selalu membuatnya tampak lebih macho. Aku belum pernah melihat Pak Sigit bertelanjang dada, apalagi tanpa pakaian sepenuhnya. Tapi, bukankah kesempatan itu pasti akan selalu ada walau hanya sekali. "Ayo, Dik Bondan" kata Pak Sigit sekeluar dari kamarnya. Suaranya yang khas membuatku tersadar dari khayalanku tentang dirinya. Akhirnya, dengan Pak Sigit sebagai pengendara, kami berdua mulai meninggalkan kompleks rumah Pak Sigit. "Keliling Jogja juga boleh, asal bisa melepaskan penatku aja, Pak!" kataku pada Pak Sigit ketika ia bertanya padaku tentang tujuan kami. Selama perjalanan, aku tak henti-hentinya memandang tubuh kekar Pak Sigit dari belakang. Sudah lama aku impikan berdua sedekat ini dengannya. Kini, ia memakai celana training tipis, kaos hijau ketat, dan jaket yang membuatnya tampak lebih berwibawa. Setelah beberapa waktu, aku mulai memberanikan diri meletakkan kedua tanganku pada masing-masing paha Pak Sigit. Tak tampak penolakan sedikitpun darinya. Menyadari hal demikian, aku pindahkan tanganku, sehingga kedua tanganku kini melingkar di perut Pak Sigit. Hal ini pun juga tidak mengurangi konsentrasi Pak Sigit dalam berkendara. Mungkin hal ini menjadi hal biasa baginya, tapi bagiku ini adalah sebuah kesempatan yang sangat sayang jika dilewatkan. Kugesek-gesekkan tanganku secara perlahan pada perutnya, dan ternyata dapat kurasakan kerasnya perut Pak Sigit. "Sebuah hasil dari latihan militer yang sedemikian keras" pikirku. Aksiku hanya sebatas menyentuh perutnya, tidak lain. Aku tidak melakukan hal yang lebih jauh, karena aku masih belum cukup bernyali untuknya. Akhirnya, dengan tanganku yang melingkar di perut Pak Sigit, perjalanan keliling Jogja kami habiskan dengan mengobrol kesana kemari, termasuk seks. Sebagaimana kudengar, Pak Sigit ternyata memiliki libido yang cukup besar. Ia mengaku mudah terangsang dan selalu ingin segera melampiaskan nafsunya itu. Tapi untunglah, pekerjaannya mampu membantunya menurunkan libido yang sering muncul secara tiba-tiba. Biasanya, libido yang sempat ditahannya selama hampir enam hari, ia salurkan dengan 'bergaul' dengan istrinya, saat ia pulang ke Jogja pada hari Sabtu. Setelah sekali main di sore hari, kemudian disambung di malam harinya, lantas pada saat ayam jantan berkokok. Itupun Pak Sigit mengaku masih kurang puas. Biasanya secara diam-diam ia mengocok sendiri kontolnya di kamar mandi. Obrolan-obrolan kami itu ternyata telah membuat kontolku ngaceng. Aku ingin berbuat yang lebih lagi dengan Pak Sigit, tapi kuurungkan niatku itu karena ternyata motor sudah membawa kami kembali ke kompleks rumahnya. Setelah memarkir kendaraan, ia segera mempersilakan aku duduk di ruang tamunya. Pak Sigit masuk ke kamarnya, dan tak berapa lama kemudian ia sudah keluar hanya dengan boxer dan kaos ketat hijaunya. Kulihat sepintas, kontolnya agak menonjol di balik celana berbahan katun itu. Kami kembali terlibat dalam obrolan seru, namun kali ini aku tidak begitu terfokus pada pembicaraan karena aku lebih tertarik untuk mencuri-curi pandang ke kontol Pak Sigit yang masih terbungkus boxer itu. Sesekali, kulihat tangan Pak Sigit mengusap dan menggaruk kontolnya. "Trus kalau pas istri Bapak nggak ada gini, gimana cara menyalurkan nafsu Bapak itu?" tanyaku selalu menjurus pada hal-hal yang berbau seks. Aku yakin bahwa ini akan membuka jalanku untuk berbuat lebih jauh dengan Pak Sigit. "Ya, biasanya sih suka ngocok sendiri. Nikmatnya sih jauh beda dibanding sama istri. Lebih nikmat punya istri" kata Pak Sigit dengan nada bercanda. "Emangnya nggak mikir untuk nyoba dengan yang lain, Pak?" tanyaku lagi. "Maksudnya dengan pelacur, gitu?" tanyanya skeptis. Aku hanya mengangkat bahuku. "Nggak ah, takut penyakit. Siapa tahu di dalamnya sudah banyak bibit penyakit yang nantinya malah nular? Hii..!" "Kan bisa pakai kondom, Pak!" kataku seolah mengejar jawaban Pak Sigit. "Rasanya kurang nikmat. Dulu pernah saya 'gituan' pake kondom sama istri saya, dan saya kurang bisa menikmati. Lebih enak alami, Dik!" katanya seraya mengelus kontolnya lebih intens lagi. "Udah kebelet ya, Pak?" tanyaku hati-hati. Aku memberanikan untuk duduk mendekati Pak Sigit. Kujulurkan tanganku ke kontolnya. "Memangnya harus dengan istri Bapak? Gimana kalau sama saya, Pak?". Pak Sigit mengernyitkan dahinya tanda heran. Tangannya menepis tanganku, tapi aku dengan berani meletakkannya kembali ke atas gundukan di bagian depan celananya. "Memangnya Dik Bondan yakin bisa mengimbangi libido saya?" tanyanya padaku. Aku tak memberi jawaban apapun, hanya saja tanganku masih tetap mengelus bahkan meremas kontol Pak Sigit. Akhirnya, tangan Pak Sigit meraih tanganku dan membimbingku menuju sebuah kamar. Kupikir kamar itu bukan kamarnya, karena sama sekali tidak menampakkan sebuah kamar suami istri. Setelah kutanya, ternyata Pak Sigit tidak mau menodai ranjangnya dengan ber-intim dengan orang lain. Jadilah, Pak Sigit memilih kamar Angga sebagai tempat kami ber-ah uh oh. "Bisa pinjam jaketnya, Pak?" tanyaku ketika aku mulai merebahkan tubuh Pak Sigit ke spring bed itu. Ia segera beranjak dari rebahannya, dan mengambil jaket yang tadi ia pakai, tanpa bicara. Kemudian, ia memposisikan dirinya kembali seperti sedia kala. Jaket itu kuletakkan di samping Pak Sigit, lantas aku duduk di atas kontolnya yang sudah setengah ngaceng, dan kusuruh ia menanggalkan kaosnya. Setelah ia melepas kaosnya, tampaklah dengan jelas dada bidang berkulit sawo matang, halus tanpa bulu. Bahu, dada, dan perutnya tampak bagus tercetak oleh latihan militer yang selama ini ia jalani. Ia lipat tangannya ke belakang kepala, hingga ia berbantalkan kedua telapak tangannya di atas sebuah bantal empuk. Aku mulai menggoyang-goyangkan pantatku yang masih mengenakan celana lengkap di atas kontol Pak Sigit. Kali ini, bisa kurasakan kontol itu semakin membesar dan memanjang. "Buka pakaianmu!" perintah Pak Sigit dengan suara paraunya. Tampaknya ia telah terkuasai nafsunya. Aku tak menuruti apa kata Pak Sigit kali ini. Aku masih duduk di atas kontol Pak Sigit dan berlagak sebagai seorang cowboy yang sedang ber-rodeo. Kudengar Pak Sigit mengeluarkan desahan-desahan kecil. Setelah melakukan aksi rodeo, lantas aku membuka boxer Pak Sigit dengan mulutku. Kubuka perlahan ke bawah, hingga kontolnya yang kini sudah ngaceng sepenuhnya keluar dari sarangnya. Kontol yang disunat itu tampak gagah dengan kepalanya yang memerah dan batangnya yang berwarna coklat gelap. Aku tak tahu seberapa besar kontol itu. Yang jelas saat kugenggam kontol itu dari pangkalnya, sebagian dari batang dan kepalanya masih jelas terlihat. Kulucuti boxer itu, hingga kini tak selembar pun kain yang menempel pada tubuhnya, kecuali bed cover berbahan satin itu. Kuambil jaket, yang biasanya dipakai oleh taruna angkatan udara itu, kemudian kuperlakukan sedemikian rupa hingga kain halus yang berwarna oranye berada di luar. Kedua tanganku kuselimuti dengan jaket itu, dan kuletakkan bagian berwarna oranye pada jaket mengelilingi kontol Pak Sigit. Pak Sigit sedikit tersentak dengan aksiku itu, tapi detik selanjutnya ia merasakan nikmatnya dielus dengan menggunakan jaket itu. Tak henti-hentinya kudengar desah nafas Pak Sigit, yang semakin membuatku ingin bertindak lebih jauh. Setelah beberapa waktu meremas dan mengelus kontol Pak Sigit dengan jaket, aku segera melempar jaket itu ke lantai dan menggenggam erat kontolnya dengan tangan kananku. Kuludahi kontol Pak Sigit dan kugerakkan kontol itu naik turun. "Dik Bondan.. Uuhh.. Nghh.. Terus, Dik!" kata Pak Sigit di sela-sela desah kenikmatannya. Tak ingin membuang banyak waktu, aku segera mendaratkan kecupanku di batang kontol Pak Sigit. Masih kugenggam batang itu, sambil kumainkan lubang kencingnya dengan jempolku. Kali ini, tampaknya Pak Sigit tidak mau melewatkan saat-saat dimana kontolnya diperlakukan dengan nikmat. Ia duduk dan segera menyandarkan badannya ke sandaran ranjang. Setelah itu, ia memberiku kode untuk bermain dengan kontolnya lagi. Pak Sigit mengangkangkan kakinya, memberiku area yang lebih luas untuk bermain. Aku segera meletakkan bibirku kembali ke batang kontolnya, dan mulai menjilatinya. Kemudian aku berpindah ke kepala kontolnya yang telah mengeluarkan pre-cum. Kujiati seluruh pre-cum yang ada, dan perlahan mulai kumasukkan kepala dan batang kontol itu ke dalam mulutku. Senti demi senti telah masuk, namun tak seluruhnya mampu kumasukkan. Aku mulai menggerakkan kepalaku naik turun, mengemut batang kontol coklat itu. Pak Sigit tidak tinggal diam mendapati kontolnya diembat seorang lelaki. Ia meraih bagian belakang kepalaku, dan meremas-remas rambutku. Kakinya pun juga tak mau kalah berperan. Pak Sigit terkadang mendekapkan pahanya erat-erat ke kepalaku. Nafas Pak Sigit mulai menderu, seiring dengan gerakan kepalaku yang kupercepat. Pantatnya juga bergoyang-goyang menikmati sensasi yang dilahirkan dari kontolnya yang sedang kukulum. Saat kurasakan Pak Sigit sudah mencapai satu taraf dibawah orgasme, aku segera menghentikan permainanku. Aku berdiri, lantas turun dari ranjang. Kusuruh Pak Sigit untuk berpura-pura memperkosa aku, dan ia menurut. Ia mendekapku dari belakang, dan berlagak seakan-akan mencekikku jika aku tidak menuruti apa yang ia mau. Aku pasrah. Lantas, ia membanting tubuhku ke ranjang, dan ia menindihku. Dengan penuh nafsu, Pak Sigit membuka bajuku dengan paksa hingga beberapa kancingnya terputus. Ia robek kaos dalamku dengan tenaganya yang besar. Lantas, ia buka ikat pinggangku dan memelorotkan celana yang kupakai hingga terlepas. Aku berlagak merintih kesakitan, dan itu ternyata semakin memperbesar nafsu Pak Sigit. Terakhir, ia buka celana dalamku dan mengeluarkan kontol beserta buah zakarku. Celana dalamku ia tarik sedemikian rupa dengan sangat bergairah, hingga terlepas dari tubuhku. Melihat tubuhku yang telanjang bulat terlentang di ranjang, Pak Sigit segera menindihku. Kurasakan kontolnya begitu keras menimpa kontolku, dan jembutnya terkadang bergesekan dengan perut dan sebagian kontolku. Tampaknya Pak Sigit sudah lupa dengan siapa ia berbuat itu. Ia sudah terkuasai oleh nafsunya yang membara. Ia ciumi bibirku dengan cekatan. Bekas cukuran di wajahnya memberi sensasi tersendiri bagi percumbuan kami. Kali ini aku benar-benar mendesah mendapat perlakuan istimewa dari seorang Pak Sigit. Kemudian, Pak Sigit segera memindahkan cumbuannya ke leherku dan dadaku yang ditumbuhi sedikit bulu. Ia jilat dan hisap pentilku, seperti sedang menyedot milik istrinya. Aku mengangkat bahu Pak Sigit, dan memberi tanda padanya bahwa gantian aku yang melayaninya. Pak Sigit mengambil posisi seperti saat aku ngemut kontolnya, dan segera menyuruhku untuk menuntaskan pekerjaanku. Tak langsung kuemut kontolnya, tapi kujialti dahulu batangnya yang sudah basah oleh keringat. Tampaknya, Pak Sigit sudah tak sabar menerima servis mulutku lagi. Kedua tangannya sudah mencengkeram kepalaku dan membimbingnya ke kontolnya yang masih sangat ngaceng. Aku menaikturunkan kepalaku beberapa kali hingga saat itu tiba. Entah sengaja atau memang refleks, Pak Sigit mendorong kepalaku hingga hampir seluruh kontolnya masuk ke mulutku. "Aaahh..!" Desah nikmat terlontar dari mulut Pak Sigit seiring dengan maninya yang menyemprot keras pangkal mulutku. Walau merasakan sebuah rasa yang aneh di lidah, tapi aku tetap berusaha menelan semua pejuh yang dipancarkan kontol Pak Sigit. "Ohh.. Uhh.. Ooh.. " terdengar beberapa kali lenguhan selama kontol Pak Sigit memuntahkan lahar putihnya. Tetap kudiamkan kontol itu di dalam mulutku hingga beranjak melemas. Kukeluarkan kontol Pak Sigit dari mulutku dan kujilati sisa-sisa mani yang menempel pada batang dan kepalanya. Kulihat ekspresi Pak Sigit begitu puas dengan apa yang baru saja kulakukan. Ia masih terengah-engah dengan wajah penuh peluh. Dadanya yang coklat tampak mengkilat dibasahi butir-butir keringatnya. Aku menegakkan badanku, dan menyandarkannya ke dada Pak Sigit yang masih basah. Kakinya ia silangkan ke kakiku, dan kedua tangannya memeluh tubuhku dari belakang. "Terima kasih, Dik Bondan!" katanya seraya menciumi leherku. Kusandarkan kepalaku ke bahunya, hingga ia bisa leluasa menjilat dan mencium leherku. Pak Sigit terus saja memelukku, hingga satu jam kemudian kontolnya mulai berdiri lagi. Mengetahui hal ini, aku lantas meminta Pak Sigit untuk mencicipi lobang anusku. Awalnya ia menolak, karena tak ingin melihatku tersiksa. Namun, setelah kuyakinkan bahwa nantinya aku akan merasa nikmat, ia menyetujuinya. Ia lumuri kontolnya dengan ludahku dan ludahnya, kemudian ia lumurkan sisanya ke anusku. Setelah itu, ia meletakkan kedua kakiku di atas pundaknya dan ia posisikan kontolnya di depan lubang anusku. Ia mulai memasukkan kepala kontolnya, lantas menghentikannya dikarenakan aku mengerang kesakitan. Aku meyakinkannya bahwa aku akan baik-baik saja, tapi ia tetap saja mengurungkan niatnya. Sesaat kemudian, ia segera keluar dari kamar dan masuk kembali dengan membawa sebungkus kondom dan gel pelicin. Ia lumurkan gel itu ke kontolnya, lalu ia memakai kondom itu. Di atas kondom itu, ia lumurkan lagi gel itu dengan maksud agar lebih licin. Selanjutnya, ia masukkan kontolnya ke anusku senti demi senti. Aku mencoba menahan rasa sakit yang ditimbulkan untuk meyakinkan Pak Sigit bahwa aku baik-baik saja. "Lepas saja kondomnya, Pak!" pintaku ketika Pak Sigit berhasil membobol anusku beberapa kali. "Tapi." jawab Pak Sigit. "Lepas saja, Pak! Lebih nikmat tanpa kondom, kan?" kataku dengan desah menggoda. Akhirnya Pak Sigit bersedia melepas kondom dan melanjutkan permainan. Beberapa saat berlalu, Pak Sigit kuminta berhenti. Aku memposisikan diriku dengan doggy style, kemudian kusuruh Pak Sigit untuk memasukkan kontolnya kembali ke anusku. Ia mulai merasakan kenikmatan nge-fuck anusku. Ia tampak semakin lihai dalam menyodomi anusku. Aku mendesah dan mendesis pelan, sementara Pak Sigit dengan kecepatan konstannya merojok lubang kenikmatanku. Merasa nikmat dengan posisi seperti ini, Pak Sigit semula menolak untuk berganti posisi lagi. Setelah melalui perdebatan kecil, akhirnya Pak Sigit mau merojok anusku dengan posisi berhadapan denganku. Aku tidur telentang dengan kaki ke atas dan badan Pak Sigit berada di antara pahaku. Wajah kami berhadapan sehingga Pak Sigit dengan mudah mendapat dua sensasi sekaligus, yakni menyodomi dan mencumbu wajahku. Nafas Pak Sigit menderu dan terasa sangat hangat di wajahku ketika posisi itu telah kami jalani selama beberapa saat. Kulingkarkan kakiku di pinggang Pak Sigit, hingga ia bisa menyodokku lebih dalam. Tubuh kami terbasahi keringat. Tanganku melingkari punggungnya, hingga dada kami saling bergesekan. Sementara, kulihat pantat Pak Sigit tak henti-hentinya naik turun memompa maninya agar keluar dari pabriknya. Kali ini, tampaknya Pak Sigit semakin mempercepat gerakannya, juga gerakan pantatku yang mengimbangi goyangannya. "Ugh.. egh.. nggh.. A.. ku.. aakh.. ah.. keluaarr!" kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Pak Sigit saat ia mengeluarkan pejuhnya di anusku. Pak Sigit masih terus memompa anusku di saat-saat orgasmenya. Ia keluarkan kontolnya dari anusku, kemudian menggesek-gesekkannya dengan kontolku yang masih belum sempat memuntahkan lahar putihnya. Tampaknya Pak Sigit menyadari bahwa aku belum mengalami orgasme. Lantas ia menyuruhku berpindah tempat sejenak, dan ia sandarkan tubuhnya ke sandaran ranjang. Segera setelah itu, ia tarik tubuhku hingga punggungku menempel pada dadanya. Ia peluk dan ciumi aku sebentar, lalu ia meludah pada kedua tangannya dan menyuruhku berbuat hal yang sama. Setelah itu, Pak Sigit meraih batang kontolku dan ia genggam dengan tangan kirinya yang penuh ludah. Sementara itu, tangan kanannya memainkan kedua buah zakarku, hingga aku merasa sangat nikmat dibuatnya. Merasakan nikmat yang ditimbulkan oleh sentuhan tangan kasar Pak Sigit, membuatku agak lupa diri. Aku menyandarkan kepalaku ke bahu Pak Sigit, dan kedua tanganku meremas-remas rambutnya. Pak Sigit sendiri selain memainkan kontolku, lagi-lagi ia menciumi leherku. Bahkan, kurasakan ia membuat sebuah cupang di leher bagian bawahku. Tampaknya Pak Sigit sangat terlatih ngocok, terbukti tangannya lihai memainkan kontolku. Tak hanya dikocoknya, tapi juga diremas dan dipilinnya. Hal tersebut terus dilakukannya sampai aku mencapai batas maksimal. Dengan deras, aku menyemprotkan mani ke udara dan akhirnya jatuh membasahi dada dan perutku. Pak Sigit terus memilin dan meremas kontolku sampai kontolku melemas. Mungkin karena kelelahan, kami berdua tertidur dalam posisi yang masih sama dengan posisi terakhir, sampai akhirnya Pak Sigit terbangun dengan sendirinya. Ia memintaku menginap malam itu di rumahnya. Sebuah mimpi yang menjadi nyata bagiku, menggantikan posisi istri Pak Sigit sampai keesokan harinya. Memang benar, Pak Sigit mempunyai tenaga yang kuat.

1 komentar:

valonababey mengatakan...

Titanium Engagement Rings for Her
Titanium Spade titanium grades Rings titanium melting point for Her micro touch trimmer is titanium bohr model a unique and unique, 3-piece ceramic ring designed with the best natural elements 2021 ford escape titanium hybrid in the industry.

Posting Komentar